Rabu, 31 Juli 2013

Peta Jaringan TransJakarta 2013 (v.13.06.1)

http://www.itdp-indonesia.org/
(klik gambar untuk memperbesar)

Note:
  1. Rute Kopaja AC S602 (Ragunan-Monas) diluncurkan pada Rabu (5/6/2013) sepenuhnya menggunakan lajur busway. (Kompas. 10 Juni 2012) Kopaja AC, "Feeder" atau Pesaing Transjakarta?)
  2. Busway TransJakarta Koridor XII telah beroperasi, diresmikan 14 Februari 2013. (Kompas, 14 Februari 2013 Jokowi Resmikan Jalur "Busway" Koridor XII)
  3. "Feeder Busway" Stop Operasi sejak Desember 2012 (Kompas, 14 Desember 2012 Penumpang, Tiga "Feeder Busway" Stop Operasi)
  4. Informasi tambahan : Peta Rute KRL Commuter Line Jabodetabek yang berlaku mulai 5 Desember 2011.
  5. Peta Jaringan TransJakarta 2013 versi sebelumnya.
  6. Peta Jaringan TransJakarta 2014 & Rute KRL Jobodetabek (Update 2013) versi update.

Selasa, 30 Juli 2013

Jokowi Juga Pernah Melintas di Jalur Busway, tapi....

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ikut berkomentar tentang pengemudi mobil yang mengaku sebagai anak jenderal dan memaksa lewat di jalur transjakarta. Kata Jokowi, ia juga pernah melintas di busway.
"Saya juga enggak sekali-dua kali melintasi jalur busway. Tapi, saya ada di dalam bus transjakarta-nya, he-he-he," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Selasa (30/7/2013).

Menurut Jokowi, siapa pun orang dengan jabatannya, apabila tidak dalam kapasitas sebagai penumpang bus transjakarta, maka tidak boleh melintasi jalur busway. Ini berlaku bagi seorang jenderal atau presiden sekalipun.

Jokowi mengatakan, ia telah menyiagakan petugas-petugas transjakarta untuk menjaga palang pintu busway agar jalur itu steril dari kendaraan pribadi. "Ya, semuanya kan sudah sesuai protap (prosedur tetap) agar petugas tidak pandang bulu dalam menjalankan peraturan itu," kata Jokowi.

Sekitar pukul 09.30 pagi tadi, seorang pengendara mobil Honda Jazz memaksa dua petugas busway untuk membuka palang pintu jalur di Galur-Senen, Jakarta Pusat. Kepala Humas Unit Pengelola (UP) Transjakarta Sri Ulina Pinem mengatakan, pengemudi itu terus memaksa petugas yang saat itu menjaga di palang pintu tersebut.

Di dalam mobilnya, sang "anak jenderal" itu mengaku sebagai anak jenderal ternama di Indonesia. Pengemudi itu juga menunjukkan kartu nama seorang jenderal aktif kepada para petugas. Kendati demikian, dia enggan menjelaskan lebih lanjut terkait siapa oknum jenderal di dalam kartu nama tersebut. Petugas akhirnya membukakan palang pintu karena melihat di belakang mobil itu terdapat sebuah bus transjakarta penuh penumpang.

Mengaku Anak Jenderal, Pengemudi Ini Paksa Petugas Buka Portal "Busway"

Seorang pengendara mobil Honda Jazz memaksa petugas untuk membuka portal jalur bus transjakarta di Galur-Senen, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2013). Hal itu seperti diinformasikan akun Twitter resmi unit pengelola Transjakarta Busway, @BLUTransJakarta, sekitar pukul 10.00 WIB.

"Pngndra mbl (mengaku anak jenderal) paksa ptgs buka portal utk msk jlr busway di Galur-Senen @TMCPoldaMetro," demikian tulis akun tersebut.

Posting-an ini pun mendapatkan respons dari sejumlah pengguna akun, salah satunya dari @mellhana, "@BLUTransjakarta @TMCPoldaMetro peraturan tetap lah peraturan! Bagus kalau pihak Traja tetep ga bukain ! Good Job ;)."

Respons lainnya disampaikan @riyanwahyudi, "@BLUTransJakarta @TMCPoldaMetro foto mukanya gak ada ini? Biar malu sekalian dia", dan @AnjarSolo1, "Anak jendral? Kelakuan kopral “@BLUTransJakarta mengaku anak jenderal, paksa ptgs buka portal utk msk jlr busway."

Agustus, Metromini AC Diluncurkan

PT Metromini rencananya akan meluncurkan bus-bus baru pada Agustus nanti. Bus-bus baru nantinya akan dilengkapi AC dan memiliki pintu tengah tinggi, karena akan terintegrasi dengan bus transjakarta.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas.com, akan ada 3.500 bus baru yang akan didatangkan secara bertahap dalam beberapa tahun ke depan. Untuk tahap pertama Agustus 2013, akan ada 30-40 unit bus yang langsung akan dioperasikan.

Seperti halnya tarif kopaja AC, tarif metromini AC juga akan dikenakan sebesar Rp 6.000. Untuk tahap awal, ada tiga trayek yang akan beroperasi di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, tentu trayek yang bersinggungan dengan koridor bus transjakarta.

Berdasarkan pengamatan Kompas.com di kantor PT Metromini di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (30/7/2013), bentuk bus metromini AC sama persis dengan bentuk kopaja AC yang telah lebih dulu beroperasi.

Bus berkapasitas 34 penumpang dengan 18 penumpang duduk dan 16 penumpang berdiri. Berbeda dengan bus-bus metromini lama yang berciri khas warna dominan oranye dengan strip biru, maka di bus baru ini warna dominan justru warna silver.

Warna khas metromini, yaitu oranye dan biru hanya tersisa di bagian motif yang menjalar dari bagian depan hingga belakang bus. Rencana pengintegrasian transjakarta dan bus-bus reguler seperti kopaja dan metromini telah disosialisasikan sejak Desember tahun lalu.

Dalam seminar Solusi Transportasi untuk Jakarta Berkelanjutan, keberadaan bus reguler yang menggunakan busway diharapkan dapat mendukung bus transjakarta demi meningkatkan pelayanan transportasi di kota Jakarta, khususnya dalam bidang bus.

Namun tentu saja, bus reguler yang boleh menggunakan busway adalah bus-bus yang secara fisik telah memenuhi aspek kenyamanan dan keselamatan sesuai standar yang telah diterapkan oleh pihak transjakarta.

Minggu, 28 Juli 2013

DPRD: BUMD PT Transjakarta Hanya Tinggal Ketok Palu

Perda BUMD PT Transjakarta hingga kini belum selesai diputuskan padahal seharusnya Juli 2013 perda tersebut telah digunakan dan Desember 2013 perubahan Unit Pelayanan Transjakarta Busway (UPTB) akan dilakukan.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta. Slamet Nurdin mengatakan pembuatan Perda BUMD PT Transjakarta hanya menunggu ketok palu saja. Namun hingga saat ini dirinya belum mengetahui secara jelas BUMD tersebut akan digunakan untuk apa.

"Aset yang akan dimiliki Transjakarta juga hingga saat ini belum jelas," ujarnya pada Republika, Ahad (28/7).
Dia menyarankan agar BUMD PT Transjakarta nantinya digunakan sebagai pengelola bus yang ada di DKI Jakarta. Seperti bus sedang yang saat ini dikelola oleh perseorangan. Sehingga semua angkutan umum dapat diatur dalam satu manajemen.

BUMD transportasi seperti PT Ratax tidak sesuai untuk bus- bus sedang. Sebab, Ratax belum berpengalaman dalam mengelola bus-bus sedang.

Namun pemda DKI Jakarta perlu menginventarisir apa saja yang akan dijadikan aset. Aset mana saja yang nantinya diserahkan pada Transjakarta.

Saat ini belum jelas BUMD Tansjakarta akan digunakan untuk mengelola aset atau hanya manajemen saja. Padahal kebutuhan bus tidak hanya fisiknya saja tetapi juga pool, bengkel, halte, JPO, jalur bus, dan depo pengisian bahan bakar.
[ROL]

Jumat, 26 Juli 2013

DPRD Kritik Pengelolaan Transjakarta

Pemprov DKI Jakarta akan mendatangkan 1.000 unit bus ukuran sedang untuk dioperasikan di ibukota, 2013 ini. Penambahan tersebut untuk mendukung transportasi massal di Jakarta, menggantikan armada Transjakarta, sebelum MRT beroperasi.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Slamet Nurdin mengatakan, integrasi manajemen pengelolaan bus dalam kota tidak membutuhkan Peraturan Daerah (Perda). Karena yang menjadi landasan hukum operator bus memiliki ijin trayek adalah harus terdaftar sebagai Persereoan Terbatas (PT). "Nggak ada hubungan dengan perda. Landasan hukumnya hanya PT apapun jenis penyelenggaraannya, termasuk untuk bis kecil," ujar Slamet di Gedung DPRD, Jl Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (16/7) sore.

Ketidakjelasan pembentukan perusahaan baru yang akan menaungi bus baru, tidak menjadi soal. Slamet mengimbau agar bus-bus tersebut digabungkan saja dengan PT Transjakarta. "Perda nggak penting. Ikut PT Transjakarta saja. Anggap perusahaan PT Transjakarta," ujarnya. Pola penyatuan bisnis model ini, lanjutnya, akan sama seperti Transjakarta sekarang, dimana aset dimiliki oleh Pemprov DKI namun perusahaan swasta yang akan menjadi pelaksana di lapangan.

Menunggu sebelum armada bus tersebut tiba di Jakarta, Slamet mengimbau agar Pemprov memanggil operator bus sedang seperti metromini, kopaja dan lain sebagainya untuk bernegosiasi mengenai pembentukan badan hukum untuk manajemen pengelolaannya. Negosiasi dilakukan untuk mencari jalan tengah antara Pemprov dengan operator bus. Bila ditemukan kesepakatan, maka nantinya seluruh operator bus besar, sedang atau kecil harus berbentuk perusahaan.

Agar operator bus yang melanggar atau merugikan penumpang bisa segera ditindak dan diberi sangsi yang jelas. "Pemda DKI harus melakukan gerakan paralel. Paralel menentukan bisnis model, negosiasi dengan Metromini agar di Jakarta tidak ada lagi pengelola metromini yang ke'tengan. Yang nabrak orang sampai mati, pemerkosaan. Ini terjadi karena dikelola secara pribadi Swasta boleh asal bentuknya perusahaan, punya depo dan manajemennya bersih," tutup Slamet.

Metromini Akan Dijadikan Feeder Bus Transjakarta

Banyaknya kasus kecelakaan yang melibatkan Metromini, membuat Pemprov DKI mengevaluasi keberadaan bus berwarna orange tersebut. Rencananya, Pemprov DKI akan menawarkan peremajaan armada kepada para pengusaha angkutan umum Metromini dan menjadikannya sebagai feeder (penghubung) bus Transjakarta.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama mengatakan, badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang menaungi Metromoni sudah tidak ada lagi. Sedangkan yang beroperasi selama ini, umumnya dimiliki perorangan.

"Sebenarnya hal ini tidak diperbolehkan. Hanya saja, kami kasihan kepada pemilik Metromini. Dinas Perhubungan DKI segera mengatasi hal tersebut agar kami bisa masuk untuk membenahi," kata Basuki, Jumat (26/7).

Basuki mengaku dirinya telah bertemu dengan jajaran direksi yang mengklaim memiliki hak atas Metromini. "Kita tawarkan kepada mereka jika bersedia meremajakan armadanya maka kapasitas akan ditingkatkan," ungkapnya.

Bahkan, Basuki berjanji, nantinya Metromini tidak sekadar dijadikan angkutan umum biasa, tapi sebagai feeder bus Transjakarta.

"Metromini bisa masuk jalur busway dan tarif dinaikkan menjadi Rp 5.000. Jadi penumpang Anda bisa bebas naik Transjakarta. Itu inisiatif kami," paparnya.

Ia menambahkan, Pemprov DKI juga akan menyediakan garasi, bengkel, dan sopir cadangan bagi para pengusaha yang memiliki armada satu atau dua.

"Pengusaha cukup membayar bulanan sehingga pemilik Metromini bisa bertahan. Itu yang kita harapkan. Nanti dia bisa beli sendiri Metromini baru. Kopaja milik perorangan juga bisa masuk," tambahnya.

Walau Ugal-ugalan, Metromini Tetap Lebih Diidolakan daripada Transjakarta

Meski ugal-ugalan, penumpang angkutan umum masih memilih metromini. Menurut mereka, meski ugal-ugalan, metromini lebih cepat dari bus transjakarta.

"Lebih pilih metromini sih, soalnya kalau busway (bus transjakarta) itu lama. Di jalannya juga lama. Walau ugal-ugalan yah, tetep milih metromini," ujar Uci (30), yang di temui di Terminal Blok M, Jakarta, Jumat (26/7/2013).

Senada dengan Uci, Lin, penumpang M-605A, juga senang menumpang metromini atau kopaja. Menurut dia, jumlah kedua jenis bus sedang itu lebih banyak ketimbang angkutan umum lainnya. Selain itu, mereka lebih cepat mengantar penumpang, meski ugal-ugalan.

"Ugal-ugalan mah jangan ditanya. Kalau kita protes malah suka disengajain. Apalagi kondisi kendaraannya kayaknya enggak pernah dicuci. Tapi gimana lagi, kalau naik busway lama banget, transitnya juga lama," ujar Iin.

Sopir metromini Blok M-Pondok Labu, Harahap, meminta semua pihak tidak menyamakan bahwa semua sopir metromini atau kopaja ugal-ugalan. Dia menyebut yang biasa ugal-ugalan adalah sopir tembak.

"Kalau masalah speedometer memang ini kendaraan lama, semua mesinnya saja sudah dibongkar. Boro-boro mau dibenerin. Kita makan apa nanti sebulan? Yang kita benerin paling rem sama gas saja yang emang penting," ujar Harahap yang mengaku sudah menjadi sopir selama 10 tahun.

Kamis, 25 Juli 2013

Pedagang Sayur Pusing KRL Ekonomi Bogor-Tanah Abang Dihapus

Mulai hari ini, kereta rel listrik (KRL) ekonomi jurusan Bogor-Tanah Abang telah resmi dihapus. Hal tersebut membuat para pedagang sayur yang membawa karung pusing. Sebab, pedagang yang merupakan petani asal Puncak, Bogor, dilarang masuk stasiun.

Hal itu dialami Suyanto (32), pedagang sayur yang biasa berjualan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dia terpaksa harus memindahkan sayuran dalam karung ke kantong-kantong plastik.

"Kalau bawa plastik tidak dilarang petugas, makanya saya harus pindahin ke kantong plastik," kata Suyanto saat ditemui di Stasiun Besar Bogor, Kamis (25/7/2013).

Akibat hal itu, Suyanto terlambat berangkat ke Tanah Abang karena harus membeli kantong plastik lebih dulu. "Tadinya mau berangkat jam 04.30, tapi karena harus nyari kantong plastik terus mindah-mindahin, saya baru bisa naik yang jam 06.00," katanya.

Pantauan Wartakotalive.com di Stasiun Bogor, antrean penumpang kereta di loket pembelian tiket terlihat mengular beberapa meter. Sejumlah calon penumpang masih kebingungan saat melewati pintu elektronik, terutama saat menempelkan karcis single trip ke mesin pintu elektronik.

KRL Mania Setuju KRL Ekonomi Non-AC Dihapus

KRL Mania kali ini mendukung program penghapusan kereta rel listrik ekonomi non-AC yang mulai diberlakukan hari ini, Kamis, 25 Juli 2013. Padahal sebelumnya, komunitas warga pengguna kereta yang dikenal kritis dan vokal ini menolak. Sebagai ganti kereta ekonomi, PT Kereta Commuter Jabodetabek menyediakan tambahan gerbong KRL commuter AC.

"Dulu menjadi polemik karena ada kesenjangan harga tiket," kata juru bicara KRL Mania, Agam Faturachman, kepada Tempo, Kamis, 25 Juli 2013. Sekarang, kata dia, sejak diberlakukan sistem harga tiket progresif, penumpang KRL ekonomi tidak keberatan pindah ke KRL AC.

Hanya, Agam mewanti-wanti PT Kereta Commuter untuk menepati janjinya dalam memaksimalkan pelayanan. Salah satunya adalah permasalahan dasar pelayanan, seperti kereta yang mogok.

Meski rangkaian KRL AC bisa dibilang baru, menurut Agam, masih sering ada kejadian mogok. "Pekan lalu saja sudah tiga kali mogok," katanya. Dia juga menyorot seringnya e-gate rusak dan AC kereta yang kerap tak berfungsi.

KRL Ekonomi Resmi Dihapus

Desak-desakan di KRL ekonomi [antara]
Kereta rel listrik (KRL) ekonomi non-AC yang sudah puluhan tahun beroperasi di lintasan kereta di Jabodetabek, mulai Kamis (25/7) ini resmi dihapuskan. Dua rangkaian terakhir yang dioperasikan, satu di jalur Bogor-Jakarta dan satu lainnya di Bekasi-Jakarta mengakhiri pelayanannya pada Rabu kemarin.

PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) sudah mengganti dua rangkaian ekonomi tersebut dengan rangkaian AC ekonomi atau commuterline. Saat ini, ada 51 rangkaian commuterline di Jabodetabek. "Kami sudah menggantikannya dengan kereta AC ekonomi, ada dua rangkaian. Satu rangkaian ekonomi diganti dengan satu. Jadi, tidak ada pengurangan jam. Jam yang selama ini digunakan untuk KRL ekonomi, dipakai untuk commuterline,” kata Direktur PT KCJ Ignatius Tri Handoyo kepada SP, Kamis (25/7).

Selama 2013 ini, lanjut Tri, PT KAI Daop 1 telah menarik sembilan rangkaian KRL ekonomi non-AC. Penarikan tersebut secara bertahap. Terakhir, yang ditarik adalah dua rangkaian jurusan Bogor-Jakarta dan Bekasi-Jakarta tersebut.

Di berbagai stasiun, seperti pengamatan SP pagi tadi, juga tidak terlihat protes dari para penumpang ekonomi. Beberapa waktu lalu, penarikan KRL ekonomi non-AC tersebut menimbulkan gejolak. Para penumpang memblokir kereta di Stasiun Bekasi. Saat itu, mereka menginginkan agar PT KAI tetap menjalankan rangkaian KRL ekonomi non-AC yang tarifnya jauh lebih murah.  

Sejak diberlakukannya tarif progresif yang cukup murah, para penumpang yang selama ini naik KRL ekonomi non-AC, telah beralih menggunakan ekonomi AC atau disebut commuterline. Hingga hari-hari terakhir  masa edarnya, penumpang ekonomi non-AC berkisar 13.000 penumpang. Jumlah ini jauh dibanding dengan commuterline, yang mencapai 500.000 orang.  

Tiket termurah commuterline adalah Rp 2.000, sedangkan termahal Rp 7.000. Tiket termahal yakni jurusan Bogor-Maja (Tangerang). Tarif progresif yang diberlakukan saat ini sangat adil bagi penumpang. Sebelum ada tarif progresif, penumpang mengeluarkan biaya sangat mahal. Untuk mencapai satu stasiun, penumpang harus merogoh koceknya sebesar Rp 8.000 atau Rp 9.000, bergantung jurusan.  

Namun, kini, dengan tarif progresif, untuk lima stasiun pertama, penumpang hanya dikenai tarif Rp. 2.000, dan kemudian Rp. 500 untuk tiga stasiun berikutnya. Harga ini tidak berbeda jauh dengan tiket ekonomi non-AC, Rp 2.000. Namun, banyak penumpang masih sering mengeluhkan naik commuterline justru lebih panas dibanding ekonomi non-AC. Beberapa KRL commuterline memang pendingin udaranya tidak berfungsi dengan baik.  

“Naik ekonomi non-AC kadang lebih enak, sebab udara bisa masuk karena jendela dan pintunya terbuka. Memang, secara keamanan, pintu KRL yang tidak tertutup sangat berbahaya. Saat ini, apa yang dilakukan commuterline sudah bagus, kereta tidak akan jalan jika pintu tidak tertutup,” ujar Daus, warga Bojonggede.

Rabu, 24 Juli 2013

Metromini Ugal-ugalan, Jokowi Diminta Tegas

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi diminta tegas menindak pelanggaran oleh angkutan publik di wilayahnya sebelum merevitalisasi. "Yang penting ditindak dulu, baru revitalisasi lagi," kata pengamat transportasi, Azas Tigor Nainggolan, Rabu, 24 Juli 2013.

Menurut dia, banyak pelanggaran oleh oknum angkutan umum di Jakarta, terutama bus-bus ukuran sedang semacam Metromini dan Kopaja. "Saya sudah sampaikan ke Pak Wakil Gubernur dan Kepala Dinas Perhubungan, mereka bilang akan menindak," ujarnya.

Namun, hingga kini pemerintah belum terlihat berupaya untuk memberikan sanksi bagi angkutan-angkutan umum yang melanggar aturan. Hal ini amat mengkhawatirkan karena pelanggaran tersebut bisa mengancam keselamatan pengendara lain di jalan raya.

"Kondisi bus (ukuran sedang) banyak yang tidak layak. Dari 100 Metromini, yang punya surat lengkap paling cuma 12 bus," ujar dia. Tak hanya surat kelengkapan bus, sopir-sopirnya pun ditengarai banyak yang tak punya surat izin mengemudi. "Mana pernah mereka kena tilang," kata dia.

Pembiaran ini membuat satu korban kembali jatuh di jalan raya. Seorang siswi sekolah menengah pertama, Bennity, 13 tahun, kemarin sore tertabrak Metromini 47 jurusan Senen-Pondok Kopi. Ia bersama tiga temannya tertabrak bus yang ugal-ugalan saat sedang menyeberang Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.

Dua kawan Bennity, yakni Rahmi dan Revi, keduanya 12 tahun, dirawat di rumah sakit. Belum jelas penyebab kecelakaan nahas itu. Saksi mata menyatakan, sebelum kecelakaan, sopir memacu Metromini-nya dengan kencang dan ugal-ugalan. Sopir Metromini itu, WS, 35 tahun, hampir menjadi bulan-bulanan massa.

Selasa, 16 Juli 2013

Kota Fasis yang Sempurna: Naik Kereta Api di Jakarta (Part 3 / 3)

Banyak orang dari ’kelas menengah’ ini naik ke atap kereta karena mereka tidak mampu membayar harga tiket; beberapa orang tersengat listrik setiap tahunnya, beberapa lainnya meninggal karena terjatuh. Untuk mencegah mereka naik ke atas, pemerintah yang baik hati mulai membangun bola-bola beton yang digantung di atas jalur kereta api untuk menghancurkan kepala mereka yang naik di atas atap kereta api, kadang-kadang petugas merazia mereka dengan menyemprot mereka dengan cat, bahkan dengan kotoran manusia. Beberapa stasiun, termasuk Manggarai, menempelkan kawat berduri di atap rel sehingga orang-orang yang mencoba melompat ke atap akan tersayat.

Herry Suheri – penjual rokok di Stasiun Manggarai masih berpikir bahwa orang-orang tidak akan takut dengan upaya pencegahan yang drastis tersebut: ”Masih ada saja orang yang naik ke atap kereta ekonomi, apalagi saat jam-jam padat. Bukan hanya untuk tumpangan gratis, tapi karena jumlah kereta yang ada tidak mencukupi untuk penumpang yang harus sampai ke rumah atau ke tempat kerja.”

Sistem kereta api, ’dareah penghijauan’, ’rencana perbaikan kota’ – semua palsu, hanya ada di angan-angan. Kenyataan yang ada amatlah brutal namun jelas: Jakarta tidak bisa dikategorikan dalam definisi kota apapun. Kota ini adalah sebuah laboratorium, sebuah eksperimen fundamentalisme pasar. Binatang percobaannya adalah masyarakat. Mereka sedang dipelajari: seberapa besar ketidaknyamanan yang dapat mereka tahan, seberapa banyak lingkungan tak sehat yang masih bisa mereka hadapi, dan seberapa banyak pemandangan buruk dikota ini yang akhirnya dapat membuat mereka melarikan diri?

Saat ini, lebih baik buat kita untuk tidak menggantungkan harapan pada kota Jakarta. ’Kota besar yang paling tidak layak untuk ditinggali di Asia-Pasifik’ ini tidak akan jadi lebih baik dalam waktu dekat ini, juga mungkin tidak dalam jangka waktu yang lama. Tidak akan ada perubahan di bawah pemerintahan sekarang ini. Tidak di bawah rejim ini.

Di Amerika Latin, kelompok sayap kanan dulu meneriakkan: ”Jakarta akan datang!” untuk menakut-nakuti pemerintahan sayap-kiri di Chile dan di berbagai tempat lain di dunia. Namun Jakarta sekarang ada di sini, dalam kondisi prima sebagai monumen keberhasilan kapitalisme yang tidak terkontrol; sebuah monster, sebuah peringatan, dan contoh kasus bagi mereka yang ingin tahu seberapa besar keserakahan dan keegoisan kaum elit.


*Artikel ini dimuat di buletin berita Amerika Serikat, Counter Punch, dengan judul ”The Perfect Fascist City: Take a Train in Jakarta”, edisi 17-19 Februari 2012.

Andre Vltchek adalah seorang penulis novel, analis politik, pembuat film dan jurnalis investigatif. Dia hidup dan bekerja di Asia Timur dan Afrika. Buku non-fiksi terakhirnya ”Oceania” menggambarkan neo-kolonialisme Barat di Polinesia, Melanesia dan Mikronesia. Penerbit Pluto di Inggris akan menerbitkan buku kritiknya atas Indonesia (”Archipelago of Fear”) di bulan Agustus 2012. Dia dapat dihubungi lewat situs internetnya di http://andrevltchek.weebly.com/

Fitri Bintang Timur adalah peneliti, penulis dan penikmat tulisan bagus. Dia menyepi dari Jakarta selama sepuluh bulan setelah lima tahun lebih naik kereta api di kota itu. Ia akan kembali suatu hari nanti.

Rossie Indira adalah penulis dan konsultan. Buku terakhirnya ’Surat Dari Bude Ocie’ diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas. Buku tentang perjalanannya ke 10 negara ASEAN akan selesai tahun ini. Dia dapat dihubungi lewat situs internetnya di http://rossie-indira.weebly.com/

Kota Fasis yang Sempurna: Naik Kereta Api di Jakarta (Part 2 / 3)

Penduduk yang tidak mendapatkan informasi yang benar menjadi apatis setelah melewati kampanye cuci-otak pro-bisnis selama beberapa dekade. Setelah tidak ada lagi pemikiran kritis di kota ini, hasilnya adalah tidak ada bioskop yang khusus memutar film-film seni, tidak ada teater permanen, tidak ada media yang berorientasi sosial ataupun galeri yang memamerkan tragedi Indonesia melalui seni, sampai sekarang ini. Yang terjadi malah milyaran sampah sosial berterbangan dari satu unit Blackberry ke unit lainnya ketika kaum elit saling mengobrol dan mendengarkan musik pop jaman dulu atau memuaskan diri dengan makanan Barat dan Jepang murahan. Memang tidak banyak hal lain yang dapat dilakukan di kota ini. Di satu sisi kota ini hampir hancur karena sudah diselimuti asap beracun dan punya banyak sekali kawasan kumuh yang ada di antara berbagai mall raksasa dan perkantoran. Tidak ada lagi air bersih di kanal-kanalnya yang dulu mengalir deras – yang tinggal hanya racun.

Yang paling menakutkan di kota ini adalah sepertinya tidak ada tempat lagi bagi manusia. Manusia menjadi tidak relevan. Anak-anak juga jadi tidak relevan: tidak ada tempat bermain dan taman untuk mereka. Kalau kita bandingkan dengan kota Port Moresby yang miskin, ibu kota Papua Nugini ini memberikan fasilitas yang jauh lebih baik kepada warganya.

“Persetan dengan bantuanmu!” teriak Presiden Sukarno kepada duta besar Amerika Serikat di depan publik lebih dari setengah abad yang lalu. Pembalasan yang kejam segera datang. Setelah kudeta yang disponsori oleh AS and rejim fasis berkuasa hingga hari ini, Jakarta telah berubah menjadi tempat dengan motto “Persetan dengan rakyat!”

“Saat saya pulang ke Jakarta, saya tidak ingin keluar rumah”, kata Nabila Wibowo, seorang putri diplomat Indonesia. Dia memutuskan untuk tinggal di Portugal setelah masa tugas ibunya berakhir. “Tidak ada budaya di sini, tidak ada konser, tidak ada musik yang asik.Bahkan saya tidak bisa berjalan kaki atau pergi dengan aman dan nyaman di dalam kota. Tidak ada tempat pejalan kaki. Akhirnya, saya hanya pulang sebentar saja, mengunci diri di dalam kamar dan membaca buku.”

Sekarang ‘katanya’ kota ini akan membangun MRT, kereta bawah tanah yang diharapkan memiliki dua trayek saat selesai dibangun. Proyek ini sudah tertunda selama beberapa dekade, namun kalaupun akhirnya berjalan, banyak analis termasuk beberapa professor dari ITB (Institut Teknologi Bandung) yang takut untuk membayangkan hasilnya, mengingat track record aparat pemerintah kota dan kualitas proyek lainnya di negara ini.

Kelihatannya dapat dipastikan bahwa uang yang dialokasikan untuk proyek ini akan disalahgunakan lagi. Di Indonesia, hampir pasti tidak ada mekanisme untuk menjamin transparansi dan pengawasan yang tak berpihak. Tentunya hal ini sangatlah kontras jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di negara lain seperti India di mana kereta bawah tanah New Delhi dibangun sesuai rencana dan menghabiskan uang dibawah anggaran.

Tampaknya banyak orang di Indonesia yang berbakat dalam penyalahgunaan uang publik. Dalam hal ini, Indonesia nomor satu.

Dan rakyat juga tidak serius menuntut untuk menghentikan kegilaan ini. Hingga kini rakyat sudah terbiasa hidup susah, mati dini karena polusi, tinggal di perkampungan kumuh tanpa air bersih dan sanitasi dasar, atau duduk berjam-jam di kemacetan. Mayoritas penduduk Jakarta belum pernah ke luar negeri dan oleh karenanya mereka tidak tahu bahwa ‘ada alternatif dunia lain’, bahwa sebenarnya ada kota-kota yang dibangun untuk rakyat. Kaum elit yang suka pergi ke luar negeri tahu benar tentang hal ini, namun mereka memilih untuk tidak mengatakannya.

Kita selalu lihat ada lingkaran setan: proyek baru diumumkan, kemudian diluncurkan, dan akhirnya berantakan setelah banyak dompet oknum-oknum terisi padat. Rakyat tidak diberi apapun tapi mereka pun tidak menuntut apa-apa. Tapi bukannya memang dari dulu sudah seperti ini? Mungkin berbeda sedikit disana dan sedikit disini dari jaman penjajahan Belanda dulu. Meskipun demikian, sebelum meninggal penulis besar Indonesia Pramoedya Ananta Toer mengatakan pada saya bahwa “situasi waktu dulu tidak pernah seburuk sekarang”.

Mereka yang tahu atau seharusnya tahu apa yang ada di balik layar adalah mereka yang terlibat atau tidak mau berhadapan dengan kenyataan.

Pada bulan Februari 2012 saya bertanya pada Ibu Ririn Soedarsono, profesor di perguruan tinggi terkenal ITB, apakah proyek MRT memiliki kemungkinan untuk selesai.

“Kami akan mulai membangun MRT tahun ini,” ujarnya. “Pada akhir tahun 2013, tahap pertama akan selesai. Secara teknis harusnya tidak ada masalah. Namun saya tidak tahu bagaimana iklim politik pada saat itu…”

2013? Bahkan di negara-negara yang teknologinya berkembang seperti Jepang, Cina atau Chile, satu jalur kereta bawah tanah dapat memakan waktu 4 hingga 10 tahun pembangunan, tergantung pada situasi daerahnya. Tapi mungkin saja saya salah tangkap mengenai definisi ‘tahap pertama’.


Sebetulnya angkutan kereta api di Jakarta masih lebih baik daripada di Nairobi. Banyak gerbong kereta yang memiliki alat pendingin karena walaupun bekas tapi diimpor dari Jepang. Namun kelihatannya kereta-kereta ini cenderung menua secara cepat karena kurangnya perawatan: satu tahun saja di Jakarta dan kereta berusia 30 tahun asal Jepang yang datang dalam kondisi sempurna akan berakhir dengan pintu rusak, kursi tersayat dan sistem pendingin udara yang tersumbat kotoran.

“Kami naik kereta dua kali seminggu,” jelas Ibu Enny dan Ibu Susie dari Bogor. “Kami jarang naik di hari kerja, terutama di jam-jam padat. Hampir tidak ada tempat untuk berdiri. Buat kami perempuan, sebetulnya naik kereta pas jam padat amatlah menakutkan, apalagi ketika para penumpang berebut memasuki gerbong.”

Namun demikian, keunggulan sistem kereta api di Jakarta (yang disebut-sebut sebagai ‘keajaiban kapitalis dan demokrasi’) dari Nairobi (sebagai ibu kota dari salah satu negara paling miskin di dunia) mungkin tidak akan bertahan lama. Di awal tahun 2013 Nairobi sudah bersiap untuk memperbaharui jaringan rel kereta api lamanya dan menambah jalur modern yang pertama, diikuti dengan yang kedua di tahun 2014. Stasiun-stasiun keretanya akan memiliki tempat parkir, toko-toko dan fasilitas modern, serta akan menghubungkan area yang ditempati oleh kelas menengah dan bawah.

Perusahaan-perusahaan konstruksi dari Cina membangun jalan raya, jalan layang dan proyek infrastruktur lainnya di Afrika Timur. Mereka juga membangun tempat pejalan kaki, rel kereta api dan dalam dua tahun mereka berencana untuk membangun jalan kereta api ke Bandara Internasional Jomo Kenyatta di Nairobi. Bandara Sukarno Hatta di pinggiran Jakarta yang dulu megah sudah menunggu selama beberapa dekade untuk dihubungkan dengan jalan kereta api ke Jakarta, namun sejauh ini baru mendapatkan tambahan jalur jalan tol saja.

Beberapa pertanyaan logis dari yang dipaparkan diatas adalah: Mengapa Indonesia bisa jauh tertinggal dari kota-kota seperti Kairo, Nairobi, Johannesburg dan Lagos ataukah ada hal lain yang terjadi? Mungkinkah kaum elit Indonesia mengorbankan puluhan bahkan ratusan juta orang hanya untuk keuntungan mereka sendiri? Mereka sudah pernah melakukan itu sebelumnya, apakah mungkin mereka melakukannya lagi?

Sekarang ini apa yang banyak kita lihat di sepanjang rel kereta api adalah anak-anak kecil dan balita yang setengah telanjang bermain dengan sampah dan gorong-gorong terbuka. Di sini sampah dibakar di ruang terbuka karena Jakarta tidak memiliki sistem pembuangan sampah komprehensif. Pengumpulan dan pengurusan sampah adalah hak publik, oleh karenanya tidak menciptakan laba dan tidak menyenangkan pejabat. Hanya segelintir penduduk Jakarta memiliki akses atas air yang benar-benar bersih, dan hanya 30 persen yang dapat sanitasi dasar.

Hidup di sepanjang jalan kereta api ini sudah seperti hidup di neraka, dengan gerbong-gerbong yang terus menerus lewat dari satu stasiun ke stasiun lainnya.

Membaca apa yang ditulis mass media Indonesia yang ahli dalam seni mengelabui akan membuat anda bahwa Jakarta sudah punya sistem perkereta-apian dan hanya perlu sedikit penyempurnaan. Bahkan Anda dapat menemukan semacam peta dari ’sistem’ transportasi itu di internet. Tapi cobalah datang ke stasiun, coba naik keretanya, dan coba interkoneksinya, maka anda akan berpikir ulang apakah sebenarnya sistem ini ada dan mencukupi sebagai salah satu pilihan angkutan massal.

Beberapa masalah yang saya temui antara lain: Tidak ada jadual dan informasi yang disediakan dan mudah dimengerti penumpang; Petugas yang kurang tanggap, lamban dan tidak efisien dalam penjualan tiket secara manual. Tidak mudah untuk dapat sampai ke peron yang dituju. Padahal orang-orang yang menggunakan kereta api adalah mereka dari kelas menengah Indonesia.

Harus dicatat, ini adalah kelas menengah yang didefinisikan secara lokal, menggunakan angka-angka dari Bank Dunia dan pemerintah Indonesia: menurut mereka, kelas menengah adalah mereka yang hidup lebih dari US$2 (atau sekitar Rp. 18.000) per hari. Menurut mereka ini berlaku bahkan di kota yang merupakan salah satu kota paling mahal di Asia Timur.

Menurut batasan di atas, mayoritas penduduk kota Jakarta berasal dari ’kelas menengah’. Namun kalau kita lihat kenyataannya, sebagian besar dari mereka hidup di lokasi yang di belahan dunia lain disebut sebagai ’kawasan kumuh’. Kawasan dimana mereka tidak memiliki akses terhadap air bersih dan hidup dalam kondisi kebersihan yang tak layak.

Kota Fasis yang Sempurna: Naik Kereta Api di Jakarta (Part 1 / 3)

Ditulis oleh Andre Vltchek
Diterjemahkan oleh Fitri Bintang Timur
Disunting oleh Rossie Indira 
(Artikel aslinya dimuat di Counter Punch, ”The Perfect Fascist City: Take a Train in Jakarta”, edisi 17-19 Februari 2012)
Kalau anda naik kereta api di Jakarta, berhati-hatilah: pemandangan yang anda lihat di balik jendela mungkin akan membuat resah anda yang bukan wartawan perang atau dokter. Terlihat ratusan ribu orang merana tinggal di sepanjang jalur kereta. Rasanya seperti seluruh sampah di Asia Tenggara ditumpahkan di sepanjang rel kereta; mungkin sudah seperti neraka di atas bumi ini, bukan lagi ancaman yang didengung-dengungkan oleh ajaran agama.

Memandang keluar dari jendela kereta yang kotor, anda akan melihat segala macam penyakit yang diderita oleh manusia. Ada luka-luka yang terbuka, wajah terbakar, hernia ganas, tumor yang tak terobati dan anak-anak kurang gizi berperut buncit. Dan masih banyak pula hal-hal buruk yang bisa anda lihat yang bahkan sulit untuk digambarkan atau difoto.


Jakarta, ibu kota negara yang oleh media Barat diberi predikat ‘demokratis’, ‘toleran’ dan ‘perekonomian terbesar di Asia Tenggara’ sebenarnya adalah tempat dimana mayoritas penduduknya tidak memiliki kendali atas masa depan mereka sendiri. Dari dekat makin nyata bahwa kota ini punya indikator sosial yang levelnya lazim ditemui di Sub-Sahara Afrika, bukan di Asia Timur. Selain itu, kota ini juga semakin keras dan tidak toleran terhadap kaum minoritas (agama maupun etnik), termasuk mereka yang menuntut keadilan sosial. Perlu kedisiplinan yang luar biasa untuk tidak menyadari ini semua.

Slavoj Zizek, filsuf Slovenia, menulis dalam bukunya The Violence:

“Disini kita temui perbedaan Lacanian antara kenyataan (reality) dan yang Nyata (the Real): ‘kenyataan’ (‘reality’) yang dimaksud disini adalah kenyataan sosial dari orang-orang yang benar-benar terlibat dalam interaksi dan dalam proses produksi, sementara yang Nyata (the Real) adalah sesuatu yang ‘abstrak’ yang tak dapat ditawar, logika menakutkan dari ibukota yang menentukan apa yang terjadi dalam kenyataan sosial. Kita dapat melihat kesenjangan ini secara jelas ketika kita pergi ke suatu negara yang kehidupan masyarakatnya berantakan. Banyak kita lihat kerusakan lingkungan dan penderitaan manusia. Namun, yang bisa kita baca hanyalah laporan dari para ekonom bahwa kondisi ekonomi negara ini ‘baik secara finansial’ – realitas tidak penting, yang penting adalah kondisi di ibukota…”

Kondisi di ibukota dan para elitnya baik-baik saja, meskipun dibalik itu negara dalam kondisi morat-marit. Tapi mari kita lihat lagi masalah kereta api kita.

Saya memutuskan untuk naik kereta api ekspres dari Stasiun Manggarai ke Tangerang (tempat di mana beberapa tahun lalu diterapkan hukum syariah yang walaupun tidak konstitutional namun tetap berjalan dengan absolut impunitas), untuk satu alasan saja: melihat apakah ada upaya nyata dalam ‘melawan/mengatasi’ apa yang disebut keruntuhan total infrastruktur Jakarta, alias kemacetan total (total gridlock) .

Seperti halnya berbagai masalah di Indonesia, kemacetan punya sejarah yang menarik:

Sejak tahun 1965 (tahun dimana terjadi kudeta militer brutal yang didukung oleh Amerika Serikat yang membawa Jendral Soeharto ke puncak kekuasaan dengan menghabisi nyawa 800,000 hingga 3 juta jiwa. Mereka yang terbunuh antara lain dari golongan kiri, kaum intelektual, masyarakat minoritas Cina, serikat pekerja dan kaum ateis atau sederhananya bisa saja mereka yang pada waktu itu memiliki istri yang lebih cantik, tanah yang lebih luas atau sapi yang lebih gemuk), pemerintah Indonesia bekerja keras untuk menjamin bahwa kota-kota di Indonesia tidak memiliki transportasi publik, tidak memiliki taman yang luas dan tempat pejalan kaki. Ruang publik secara umum dianggap sangat berbahaya karena bisa saja disana masyarakat akan berkumpul untuk mendiskusikan isu-isu ‘subversif’ seperti rencana menggulingkan pemerintahan.

Taman-taman publik diambil alih oleh kontraktor untuk dijadikan lapangan golf pribadi untuk kaum elit. Tempat pejalan kaki juga dihilangkan karena tidak menguntungkan dan dianggap ‘terlalu sosial’. Pada akhirnya, transportasi publik menjadi milik swasta dengan kualitas yang turun menjadi angkot dan metromini yang mengeluarkan asap hitam dari knalpotnya dan bajaj India bekas yang bahkan sudah tidak dipakai lagi selama beberapa dekade di negara asalnya.

Itu terjadi di Jakarta. Kota-kota lain dengan jumlah penduduk antara 1 hingga 2 juta jiwa seperti Palembang, Surabaya, Medan dan Bandung tidak memiliki transportasi publik yang berarti, selain angkot kecil, kotor berkarat dan bis yang kotor dan bau.

Tentu saja semua ini sudah direncanakan: produsen mobil diberikan lisensi untuk memproduksi mobil model lama dari Jepang dan menjualnya dengan harga gila-gilaan (mobil di Indonesia dijual antara 50-120 persen lebih mahal daripada di Amerika Serikat), kemudian memaksa penduduk Indonesia – yang termasuk paling miskin di Asia Timur – untuk membeli mobil pribadi. Mobil yang pertama dibawa masuk, lalu sepeda motor yang lebih berbahaya, fatal untuk lingkungan hidup dan sama sekali tidak efisien. Di kota-kota besar di Cina dan banyak kota Asia lainnya sepeda motor sudah dilarang masuk ke kota.

Pejabat pemerintah dan wakil rakyat di DPR diam-diam secara konsisten mendapat suap dari industri mobil. Lobi mobil ini menjadi sangat berpengaruh dan menghambat segala upaya untuk memperbaiki angkutan kereta api maupun kapal laut antar pelabuhan di Jawa, salah satu pulau yang paling padat di dunia.

Pada tanggal 14 Agustus 2011, koran Jakarta Post menulis:

Anggota Partai Demokrasi Indonesia Pejuangan (PDIP) Nursyirwan Soedjono yang juga Wakil Komisi V DPR untuk mengawasi bidang transportasi, telah lama mempertanyakan ketidakmauan pemerintah untuk mengalokasikan lebih banyak dana untuk memperbaiki jaringan rel kereta di negara ini. Mereka menyalahkan ketakberdayaan mereka pada lobi politis ‘tingkat-tinggi’ yang diatur oleh industri otomotif yang menerima keuntungan langsung dari pembangunan jalan di negara ini.

“Tidak ada tuh cerita bahwa kami [Komisi V] menolak rencana anggaran pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur rel kereta api,” Nusyirwan mengatakan pada Jakarta Post. “Namun tampaknya ada ‘kelompok berpengaruh’ yang selalu menolak segala upaya untuk meningkatkan jasa transportasi umum, khususnya kereta api.”

Seperti di banyak masyarakat fasis yang ekstrem ataupun masyarakat feodal, kaum ‘elit’ menikmati naik mobil limosin sementara orang yang tidak punya patah kaki ketika mereka jatuh ke got karena tidak ditutup, diperkosa di kendaraan umum dan menghirup asap knalpot ketika naik angkot, atau otak mereka berhamburan di atas trotoar karena naik motor di atas trotoir yang tidak rata setelah frustasi naik motor di antara mobil dan truk yang agresif di jalanan.

Namun para pengambil keputusan di pemerintahan menikmati adanya impunitas selama beberapa dekade ini dan mereka telah mengambil hampir semua ruang publik di kota Jakarta. Dengan impunitas pemerintah selain memang tidak kompeten dan malas, mereka menjadi semakin tidak punya motivasi serta beritikad untuk menutup semua solusi jangka panjang bagi kota Jakarta.

Kita lihat saja kenyataan bahwa panjang rel kereta api di sini malah menyusut sejak masa penjajahan Belanda; Jakarta dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa (bahkan lebih di hari kerja) menjadi satu-satunya kota (dengan jumlah penduduk yang hampir sama) di dunia yang tidak memiliki sistem angkutan massal.

Beberapa tahun lalu ada upaya membangun dua jalur monorel walaupun bukan sistem angkutan massal yang paling efektif untuk kota Jakarta. Jalan-jalan ditutup, debu dan kotoran dimana-mana, penduduk diminta untuk bersabar dengan alasan bahwa ‘pembangunan ini untuk mereka’, namun kenyataannya tidak lah demikian, karena ternyata tujuan utama sistem transportasi ini adalah untuk mengeruk laba.

Proyek ini diberikan pada konsorsium swasta dan akhirnya, sudah dapat diduga, uang publik disalahgunakan. Pembangunan tiba-tiba berhenti, menyisakan pilar-pilar beton yang memancang di tengah jalan. Tidak ada yang dibawa ke pengadilan dari proyek yang membawa skandal ini, dan media amat disiplin untuk hanya melaporkan pernyataan resmi pemerintah, seolah-olah walaupun uang sudah lenyap tapi mereka yang bertanggungjawab tidak layak untuk diganggu hidupnya oleh penyelidikan polisi.

Supaya kita tidak hanya melihat dari satu sisi saja, memang ada pula upaya untuk menyelamatkan Jakarta, misalnya mencoba transportasi air dengan perahu di kanal-kanal yang sebenarmya sangat tercemar. Sayangnya sampah-sampah yang ada di kanal-kanal itu merusak mesin perahu, ditambah dengan bau menyengat dari kanal yang selalu dipenuhi sampah dan benda beracun sehingga ‘proyek’ ini gagal total dalam beberapa minggu saja.

Banjir Kanal Timur seharusnya bisa membawa perubahan berarti bila dilakukan dengan revolusi seluruh pendekatan pekerjaan publik yang tujuannya agar pembangunan kota Jakarta sesuai dengan standar Asia di abad ke-21. Selama beberapa dekade, Jakarta telah mengalami banjir besar; pernah 2/3 kotanya terendam banjir. Hal ini disebabkan kanal-kanal yang tersumbat, lahan hijau yang hilang dan pembangunan yang membabi-buta. Akhirnya diambil keputusan untuk membebaskan tanah dan membangun kanal bankir untuk menyalurkan air berlebih ke laut. Pada saat perencanaan, dijanjikan akan dibangun taman-taman publik atau paling tidak tempat pejalan kaki di pinggir kanal. Juga dijanjikan adanya jalur khusus untuk pengendara sepeda, tempat berolahraga, juga transportasi air, bahkan angkutan dengan tram listrik.

Bagi mereka yang masih punya harapan untuk Jakarta akhirnya dibenturkan pada kenyataan yang jauh dari apa yang dijanjikan. Di tahun 2010 dan 2011, saat pembangunan kanal masih jauh dari penyelesaian, kenyataan pahit mulai terlihat.

Kualitas konstruksi kanalnya sangatlah buruk, bahkan sebelum pembangunan selesai, sampah telah menutup proyek kanal tersebut. Kejutan berikutnya: pemerintah mengatakan bahwa mereka memang tidak berencana untuk menyelenggarakan transportasi publik di pinggir/atas kanal itu. Seperti biasa, mereka meyakinkan publik bahwa tidak akan akan ada ruang publik disana. Di awal tahun 2012, lahan di sepanjang kanal dijadikan jalan raya (walaupun menggunakan kata jalan inspeksi) yang langsung digunakan oleh pengendara sepeda motor. Bahkan sejak sebelum selesai dengan sempurna, namun secara resmi sudah beroperasi, kanal banjir ini kelihatannya hanya akan menjadi tempat pembuangan sampah dan menambah harapan tinggi para pelobi motor/mobil.

Bayangkan berapa kilo meter ruang kota yang terbuang (meski secara resmi pemerintah menganggap proyek ini sukses)! Tidak ada sedikitpun tempat bagi pejalan kaki dan tidak ada satupun taman bermain untuk anak-anak.

Bagaimana para pejabat pemerintah bisa menghindar dari tanggung jawabnya walaupun ada bukti nyata dari perampasan hak rakyat disini? Di negara lain, hal ini bisa dianggap sebagai ‘pengkhianatan’ kepada bangsa dan negara.

Hal ini bisa terjadi karena dalam ‘demokrasi Indonesia’ tidak ada akuntabilitas. Tidak ada akuntabilitas sama sekali! Korupsi terjadi dimana-mana dan warga negara tidak memiliki mekanisme untuk mengorganisir protes (obsesi dengan jaringan sosial seperti Facebook pada umumnya hanya untuk status semata). Bahkan pembunuhan orang yang berbeda kepercayaan dengan kader kelompok agama garis keras tidak membuat masyarakat ‘berpendidikan dan kalangan menengah’ turun ke jalan untuk berdemonstrasi.

Yang terasa adalah bahwa di seluruh negara, termasuk di ibu kota, masyarakat telah putus asa sejak lama. Orang-orang menjalani hidupnya dalam kota megapolitan tanpa perlu menuntut, memprotes atau berkeluh-kesah.

Masalahnya, di Indonesia berkeluh-kesah, menuntut atau berdemo jarang atau sama sekali tidak membawa hasil. Surat-surat yang ditujukan kepada wakil rakyat di DPR tidak dijawab, bahkan banyak yang tidak dibuka, sementara surat ke media massa dimuat hanya jika isinya berada dalam batas-batas yang tidak tertulis namun tersirat ‘Proyek’ tidak terbuka untuk didebat (karena melibatkan banyak uang dan ada pembagian uang jarahan tersebut antara pemerintah dan perusahaan swasta dengan aturan dan formula yang telah mereka sepakati bersama) dan tidak diberikan jalan untuk masyarakat bisa intervensi karena akan ada resiko merusak sistem yang ada. Rakyat hanya sesekali diberi informasi tentang apa yang akan dibangun, kapan dan di mana. Jika ada uang yang raib – hal yang amat sering terjadi – tidak ada konsekuensi yang ditanggung pelaksananya. Jika rencana ‘berubah’ atau jika jadwal tidak terpenuhi, tidak ada yang dipaksa bertanggungjawab.

Indonesia adalah contoh dimana diktator bisa dipilih melalui pemilihan umum yang dilangsungkan secara periodik (para pemilih dapat memilih dengan bebas antara satu kandidat korup dengan kepentingan bisnisnya dengan kandidat lain yang juga korup dengan kepentingan bisnis yang lain) dan memimpin dengan dikontrol dan disponsori oleh kepentingan Barat serta sama sekali tidak ada kekuasaan yang diberikan pada rakyat.

Jika ada penumpang yang jatuh karena lantai kereta api yang berkarat dan meninggal atau mereka yang jatuh di lubang galian proyek, jangankan dapat kompensasi, dapat permohonan maafpun tidak.

Ketika diminta untuk membandingkan Indonesia dengan Cina, Profesor Dadang M Maksoem, mantan pengajar di University Putra Malaysia (UPM) yang sekarang bekerja untuk pemerintah daerah Jawa Barat, memberikan jawaban dengan berapi-api: “Sederhana saja: mereka [orang Cina] berkomitmen untuk melakukan yang terbaik untuk negara mereka. Pendidikan disana tidak seperti di sini. Bagaimana sih kok pemerintah tidak bisa memberikan transportasi publik yang layak? Rakyat dipaksa untuk untuk membeli sepeda motor mereka sendiri untuk mengangkut diri mereka sendiri dan mereka dipaksa untuk membahayakan jiwa mereka di kondisi lalu-lintas yang parah. Sekarang kemacetan lalu-lintas ada di mana-mana. Entah apa yang bisa saya katakan. Orang-orang disini itu bodoh, idiot, mati otak, atau rakus Sih? Pilih saja jawabannya!”

Tapi jawaban seperti ini bukan yang ditampilkan di media populer di Barat. Secara resmi Barat memuja Indonesia. Bagaimana tidak: penguasa dan elit Indonesia yang taat pada mereka berani mengorbankan rakyat, pulau-pulau, bahkan ibukota mereka sendiri untuk kepentingan dan keuntungan perusahaan-perusahaan multi-nasional dan penguasa dunia. Perusahaan asing dan pemerintah mana yang tidak menghargai kemurahan hati penguasa dan elit Indonesia ini?


Tapi marilah kita kembali ke masalah transportasi publik lagi.

Pada masa pemerintah dan swasta merencanakan proyek pembangunan monorel (atau setidaknya ini yang mereka katakan pada masyarakat), kota ini mulai membangun apa yang disebut ‘busway’ atau jalur khusus bus, yaitu proyek yang awalnya adalah kesalahan dalam memahami konsep transportasi publik di kota Bogota yang terletak nun jauh di Kolombia, Amerika Selatan.

Alih-alih membangun sistem transportasi kereta api massal yang bisa mengangkut jutaan penumpang setiap harinya, Jakarta ‘membangun’ jalur busway yang mengambil dua jalur dari jalur yang sudah ada di jalan-jalan utamanya, kemudian mengoperasikan kendaraan bus sempit dimana para penumpang duduk menyandar dinding sambil menghadap satu sama lain. Setiap bus hanya punya satu pintu untuk penumpang naik dan turun. Halte dan jalan masuk ke halte dibuat dari logam yang mudah berkarat dan sekarang pelat lantainya sudah banyak yang lepas dan meninggalkan lubang di jalan masuk itu. Hampir semua pintu otomatis di halte sudah tidak beroperasi dengan baik dan akhirnya ada orang yang terdorong ke jalan hingga meninggal atau luka parah.

Seperti moda transportasi lain di Jakarta, sistem ini tidak dirancang untuk meningkatkan hajat hidup orang banyak, dalam hal ini untuk mengurangi kemacetan dan mengangkut berjuta orang secara aman dan nyaman. Busway dirancang sebagai proyek untuk memperkaya perusahaan yang memiliki saham dan para pejabat yang korup.

Sistem busway tidaklah efisien, tidak memperhatikan keindahan dan tidak mempersatukan kota – malahan lebih memecah-belahnya. Hampir tidak ada tempat pejalan kaki di dekat halte busway. Penumpang yang sampai di halte busway harus beresiko kehilangan nyawanya untuk menyeberang jalan untuk sampai ke tempat tujuan atau naik angkutan umum lain.

Bahkan ketika halte busway dibangun di dekat stasiun kereta, perencana kota menjamin bahwa tidak ada jalan langsung ke sana. Selama beberapa dekade, para penguasa Jakarta telah memastikan tidak adanya interkoneksi antara moda transportasi, termasuk dengan stasiun kereta peninggalan jaman Belanda. Kota ini hampir tidak memiliki tempat pejalan kaki, hampir tidak ada tempat penyeberangan di bawah tanah (hanya ada satu di seluruh kota yaitu dekat stasiun Kota yang pembangunannya membutuhkan waktu beberapa tahun) yang menghubungkan stasiun dengan jalan raya. Dan kenyataannya Jakarta tidaklah memiliki banyak jalan raya – kebanyakan dari jalan raya ini hanyalah replika buruk dari jalanan di pinggiran kota Houston: dengan jalan tol (layang atau bukan), tidak ada tempat pejalan kaki dan fasilitas-fasilitas yang dipisahkan oleh pagar-pagar, tidak langsung bisa diakses dari jalanan. 

Kebodohan dalam perencanaan kota ini hanya bisa disamai oleh ketidakcerdasan pembangunan negara secara keseluruhan – Jakarta adalah sebuah contoh dunia kecilnya. Contohnya, untuk putar-balik di jalanan saja, seseorang harus berkendara satu kilometer atau lebih dan hal ini tentunya menambah kemacetan, konsumsi bahan-bakar dan polusi. Kota ini dirancang sedemikian rupa sehingga orang harus naik mobil hanya untuk menyebrang jalan karena memang hampir tidak ada tempat pejalan kaki dan sarana penyebrangan yang memadai. Sarana transportasi di kota ini berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada interkoneksi. Rakyat dipaksa untuk mengemudikan mobil atau skuter murah yang semakin populer belakangan ini (warga lokal menyebutnya motor) untuk kemudian membusuk di tengah kemacetan yang legendaris. Hal ini bisa terjadi karena pelobi mobil mampu menyuap pemerintah dan hasilnya adalah ketidakmauan pemerintah untuk membangun jaringan transportasi publik yang efisien.

Sangat jelas terlihat bahwa ada banyak kepentingan ekonomi yang terlibat. Untuk dapat menganalisa Indonesia, penting untuk diingat bahwa pertimbangan dan prinsip moral yang ‘normal’ sudah menghilang dari kamus para penguasa.

Sekelompok kecil pengusaha dan politisi telah menjarah sebagian besar sumber daya alam negara ini; mereka menghancurkan banyak hutan tropis dan mengubah negara kepulauan ini menjadi bencana bagi lingkungan hidup. Mayoritas penduduk Indonesia tidak pernah mencicipi keuntungan dari kerusakan yang terjadi di negara mereka.

Penduduk Jakarta tak terkecuali. Kota ini dibangun ‘bukan untuk rakyat’, sebagaimana dikatakan oleh seniman Australia George Burchett pada saat mengunjungi kota ini lebih dari dua tahun lalu.

Minggu, 14 Juli 2013

JET, Nama Resmi Jakarta Monorail

Masyarakat sangat antusias mengikuti kompetisi tersebut.

Proyek monorail Jakarta sudah mendapatnama resmi. Dari dua puluh nama yang lolos kualifikasi, akhirnya muncul satu nama tertinggi yang dipilih oleh masyarakat,  yakni Jakarta Eco Transport Monorail disingkat JET.

"Posisi pertama dimenangkan oleh Fahrur Rozy dengan nama Jakarta Eco Transport Monorail (JET). Dengan 4.453 pemilih," kata Direktur Pengembangan Usaha Ortus Holding Limited, Banyu Biru saat pengumuman di Monas, Jakarta, Minggu, 14 Juli 2013.

Banyu menuturkan, kompetisi untuk memperebutkan nama Jakarta Monorail bukanlah sekedar proyek belaka. Ia menegaskan, ajang tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi kota yang menjadi Ibukota Negara itu.

"Ini langkah revolusioner, terobosan transportasi yang harus didukung. Sebuah simbol baru, simbol adalah harapan. Sebuah acuan bagi sebuah komunitas atau peradaban, dalam hal ini komunitas Ibukota Jakarta," ujarnya.

Sebelum mendapatkan pemenangnya, Banyu mengaku kaget. Sebab, animo dan antusiasme masyarakat begitu luar biasa dalam merespon kompetisi nama Jakarta Monorail.

"150 ribu voters, 13 ribu judul nama," jelasnya.

Sementara itu, sang pemenang, Fahrur Rozi mengatakan macet dan polusi adalah inspirasi dirinya mendapatkan nama JET itu. Fahrur mengisahkan hampir setiap hari, ia yang mengendarai motor dari Bekasi ke Jakarta selalu merayap di kemacetan.

"Macet di Jakarta itu parah banget sehingga menyebabkan polusi. Saya berharap Jakarta Monorail mampu menanggulangi polusi, makanya namanya Eco," tuturnya.

Sebagai pemenang, Fahrur berhak mendapakan hadiah yang memang dijanjikan oleh panitia. Antara lain adalah, mendapatkan Ipad Mini dan juga tiket gratis menggunakan fasilitas Jakarta Monorail seumur hidup.

Selain Fahrur, panitia juga memberikan penghargaan bagi pemenang kedua dan ketiga. Pemenang kedua diraih oleh Irfan Adyta yang mengusulkan nama, Nusantara Trans Rapid (NTR). Irfan mendapatkan tiket Jakarta Monorail selama satu tahun, dan Ipod Touch.

Sedangkan, juara ketiga diraih oleh Ronald Raymond yang mengusulkan nama Jakarta Fast Line (JFL) dengan hadiah tiket gratis selama 6 bulan dan Ipod Nano.

Jumat, 12 Juli 2013

Terobos Jalur Busway, Mobil Kedubes Myanmar Ditilang Polisi

Polda Metro tengah melakukan Operasi Patuh Jaya selama 14 hari

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya tengah melakukan operasi Patuh Jaya 2013. Dalam operasi ini, petugas di lapangan akan mengedepankan penindakan berupa tilang.

Pagi ini, Jumat 12 Juli 2013 petugas melakukan operasi tersebut di beberapa tempat. Antara lain jalur busway, trotoar dan jalan yang rawan lawan arus.

Pukul 09.15 WIB, tepat di jalur busway Setia Budi, Jakarta Selatan sebuah mobil Mitsubishi Pajero berwarna hitam dengan pelat CD 18 11 menerobos masuk ke jalur tersebut, akhirnya oleh petugas dilakukan penindakan.

Salah satu petugas TMC, saat dihubungi VIVAnews membenarkan kejadian tersebut. "Kendaraan kedutaan itu diberhentikan petugas karena masuk jalur bukan peruntukannya," ujar dia.

Berdasarkan penelusuran, pelat mobil kedutaan dengan kode CD 18 11 tersebut biasa digunakan oleh kedutaan Myanmar.

Terpisah, Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Hindarsono menjelaskan, dengan adanya penindakan kepada mobil kedutaan tersebut membuktikan tidak adanya pilih kasih.

"Awalnya pasti kita berhentikan dahulu karena sudah melanggar dengan menerobos jalur busway, kemudian kita lihat kalau sopirnya orang Indonesia ya tidak ada alasan, langsung kita tilang," kata Hindarsono kepada VIVAnews.

Menurut Hindarsono, berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, untuk kendaraan yang menerobos masuk jalur busway mengalami peningkatan dari operasi sebelumnya.

Tetapi dirinya belum mengetahui persis jumlah presentasenya dikarenakan belum ada rapat evaluasi operasi tersebut. "Dalam operasi ini petugas masing-masing wilayah pasti sudah memiliki titik-titik rawan pelanggaran lalu lintas, kalau Polda hanya membantu saja," jelas dia.

Jakarta Disarankan Contoh Zonasi Parkir Budapest

Institute for Transportation Development and Policy menilai tarif parkir di Indonesia masih sangat murah. Direktur ITDP Indonesia Yoga Adiwinarto mengatakan tarif parkir paling murah di Eropa yaitu di Budapest besarannya Rp 9.000 per jam.

"Bahkan tarif parkir badan jalan (on-street) di Amsterdam pada tahun 2009 mencapai Rp 60.000 per jam," kata Yoga kepada Tempo pada Kamis, 11 Juli 2013. Ibu Kota Negeri Belanda ini mencatatkan dirinya sebagai pemilik tarif parkir termahal di Eropa.

Pernyataan ini disampaikan menyusul rencana Pemerintah DKI Jakarta yang akan menerapkan sistem zonasi parkir. Ada tiga zona, yakni kawasan pengendalian parkir (KPP), jalan golongan A, dan golongan B. Untuk KPP yang paling mahal tarif parkir mobil sebesar Rp 6000-8000 per jam dan sepeda motor Rp 2000-4000 per jam.

Yoga menjelaskan Indonesia bisa mencontoh Budapest yang sudah menerapkan sistem zonasi parkir. Di Ibu Kota Negara Hongaria ini kondisinya pernah seperti di Indonesia. Pada saat itu sekitar tahun 1990-an, parkir menjadi momok bagi warga sana. Banyak parkir liar yang kerap menimbulkan kemacetan.

Pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa memang berpengaruh banyak di Budapest. Akibatnya, kepemilikan mobil di negara tersebut meningkat tajam sejak tahun 1985 hingga 2000-an. Hingga pemerintah membuat kebijakan parkir dengan sistem zonasi parkir.

Paling murah, Yoga melanjutkan, tarifnya Rp 9.000 per jam. Sedangkan paling mahal mencapai Rp 20.000 per jam pada tahun 2009. Angka ini bahkan lebih mahal dari tarif parkir di Paris atau Roma yang kisarannya Rp 12.000 per jam.

Dengan kebijakan ini terbukti kepemilikan masyarakat di Budapest menurun. Pada tahun 2000 dari 1.000 orang ada 317 jiwa yang memiliki mobil. Jumlah ini tak banyak bergerak pada tahun 2005 hanya 349 jiwa dari 1.000 yang memiliki mobil.

Yoga mengatakan penerapan tarif parkir yang mahal dapat mengurangi kendaraan pribadi. Sehingga masyarakat pindah ke angkutan umum. Di Budapest orang enggan berlama-lama parkir, paling lama adalah 20 menit.

Hanya saja, dia mengingatkan pemerintah untuk menyediakan angkutan umum yang banyak untuk menghadapi perpindahan ini. Jangan sampai ketika masyarakat mulai beralih ke angkutan umum tapi sarana kurang.

Inilah Tarif Angkutan Umum Baru Sesuai Pergub

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menetapkan tarif angkutan umum yang baru untuk kelas ekonomi dan ekonomi yang dicantumkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No.67 Tahun 2013 tentang tarif angkutan penumpang dengan mobil bus umum.

Tertanggal 11 Juli 2013, disebutkan tarif untuk Bus Kecil Rp3.000, tarif Bus Sedang untuk penumpang umum Rp3.000, tarif Bus Besar/Reguler/Patas untuk penumpang umum Rp3.000. Sedangkan tarif untuk pelajar Rp1.000.

Sementara itu untuk tarif taksi, buka pintu Rp7.000 dan untuk kilometer berikutnya Rp3.600. Sedangkan untuk tarif tunggu per jam Rp42.000.

Selanjutnya tarif untuk Bus Sedang AC Rp6.000 dan untuk tarif Patas AC Rp7.000. Sedangkan untuk tarif Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Transjakarta jarak 30 kilometer Rp8.000.

Kamis, 11 Juli 2013

Jokowi: Transjakarta Sudah Ditambah, tapi Enggak "Ngefek"

 Jokowi Widodo mengaku mengerti keluhan warga terkait layanan transjakarta. Pemprov DKI Jakarta sudah berupaya menambah jumlah bus, tetapi hal tersebut belum terlihat dampaknya.

Jokowi menjelaskan, Pemprov DKI telah menambah sebanyak 106 unit bus transjakarta pada Februari 2013. "Tapi, enggak ngefek apa-apa juga. Ya, berarti nambahnya yang banyak," kata Gubernur DKI Jakarta itu di Balaikota Jakarta, Kamis (11/7/2013).

Menurut Jokowi, selama ini, dia memang banyak menerima curhatan warga terkait layanan transjakarta. Ia mengaku prihatin atas pelayanan yang jauh dari kata baik.

"Tiap hari saya terima keluhan itu. Pak nunggu di koridor ini sudah 30 menit, tapi satu pun busnya kok enggak datang-datang," ujarnya.

Hal itu belum termasuk keluhan tentang fasilitas yang dianggap kurang baik, misalnya, selter transjakarta yang tak memadai, sterilisasi busway, AC tak dingin,sopir ugal-ugalan, dan lainnya.

Pelan-pelan, Gubernur yang kerap blusukan ke kampung-kampung tersebut mengatakan akan melakukan perbaikan. Namun, perbaikan di pelayanan transjakarta baru bisa terwujud jika memiliki bus yang memadai karena keluhan yang muncul selama ini terkait jumlah unit.

Penambahan tersebut, lanjut Jokowi, baru bisa terwujud pada November 2013 atau awal 2014 yang akan datang. Rencananya, Pemprov DKI akan mendatangkan sebanyak 1.000 unit bus transjakarta untuk dioperasikan di Ibu Kota.

"Kalau nanti busway-nya (bus transjakarta) cukup jumlahnya, baru kita bisa berbicara pelayanan," ucap Jokowi.
[Kompas.com]

Rabu, 10 Juli 2013

Tarif Parkir Baru, Tunggu Bus Transjakarta Datang

Sebagai upaya pengendalian penggunaan kendaraan pribadi, saat ini Pemprov DKI Jakarta tengah mengajukan kenaikan tarif parkir kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Meski begitu, usulan tersebut dipastikan tidak akan diterapkan dalam waktu dekat karena masih menunggu kesiapan moda transportasi di Jakarta, salah satunya seperti pengadaan 1.000 unit bus Transjakarta.

"Masih dalam proses. Kenapa kita lakukan itu, karena kita ingin ada pembatasan penggunaan mobil pribadi, itu saja," ujar Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, di Balaikota, Rabu (10/7).

Dengan usulan kenaikan tarif parkir hingga empat kali lipat, diharapkan masyarakat yang menggunakan mobil pribadi akan berpikir ulang menggunakan kendaraannya dan bisa beralih menggunakan angkutan massal. "Nanti kalau bus Transjakarta-nya sudah datang, ganjil-genapnya siap, baru tarif parkir naik. Begitu kira-kira," katanya.

Sementara itu, pengamat transportasi, Alviansyah menuturkan, dengan dinaikannya tarif parkir dinilai dapat menggurangi penggunaan kendaraan pribadi. Terlebih jika tarif parkir di badan jalan lebih tinggi dari pada parkir dalam gedung, yang bisa membuat pengendara memilih memarkirkan kendarannya di dalam gedung. Sehingga badan jalan yang semula digunakan untuk parkir kapasitasnya akan kembali seperti semula.

Tetapi, dirinya lebih menyoroti mengenai penambahan pendapatan dari pajak parkir harus diprioritaskan untuk perbaikan angkutan umum massal. Sehingga secara perlahan angkutan massal di Jakarta menjadi lebih baik. "Bagus-bagus saja, itu memang perlu dilakukan. Tapi harus dilihat kenaikannya untuk apa, kalau bisa besarnya kenaikan tersebut untuk perbaikan angkutan umum. Jika dipakai untuk yang lain sayang sekali. Lebih optimal untuk perbaikan pelayanan transportasi," katanya.

Seperti diketahui, Pemprov DKI berencana melakukan penyesuaian tarif parkir berdasarkan zonasi yang dibagi menjadi Kawasan Pengendalian Parkir (KPP), jalan golongan A, serta golongan B. Dengan begitu, nantinya akan ada perbedaan tarif parkir di setiap zona.

Selasa, 09 Juli 2013

Tarif Parkir On street Diusulkan Rp 8.000 per Jam

Berbagai tindakan untuk membatasi penggunaan kendaraan bermotor pribadi, dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Salah satunya adalah mengusulkan kenaikan tarif parkir on street atau badan jalan sebanyak empat kali lipat.

Usulan ini sudah disampaikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Surat yang ditujukan kepada Ketua DPRD DKI tersebut memuat kenaikan tarif parkir dilakukan sebagai turunan dari Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang perparkiran.

Tarif parkir di badan jalan naik hingga empat kali lipat, yaitu mobil jenis sedan, minibus, jeep, pick up dan sejenisnya yang parkir di area kawasan pengendalian parkir (KPP) dikenakan tarif hingga antara Rp 6.000 sampai Rp 8.000 per jam.

Besaran tarif ini naik jauh dibanding tarif yang berlaku saat ini yakni berdasarkan Perda No 1 tahun 2006, sebesar Rp 1.500 untuk satu jam pertama. Kepastian usulan tarif parkir di badan jalan itu tertuang dalam Surat Gubernur DKI Jakarta Nomor 850/-1.811.4 tertanggal 4 Juli 2013.

Dalam suratnya, Jokowi menyatakan menaikkan tarif parkir on street merupakan langkah menekan kemacetan lalu lintas dengan mendorong parkir di dalam gedung. Penyesuaian tarif parkir atas zonasi dibagi menjadi KPP, Jalan golongan A, dan Golongan B. Tarif layanan parkir direncanakan menggunakan sistem online untuk mengantisipasi kebocoran pendapatan parkir dengan melibatkan pihak swasta.

Untuk KPP, tarif parkir mobil sebesar Rp 6.000 - 8.000 per jam, kemudian untuk bus, truk, dan sejenisnya sebesar Rp 9.000 - 12.000 per jam, untuk sepeda motor Rp 2.000 - 4.000 per jam, dan sepeda Rp 1.000 sekali parkir.

Kemudian untuk parkir di Jalan Golongan A untuk mobil sebesar Rp 4.000 - 6.000 per jam, untuk bus dan truk Rp 6.000 - 9.000 per jam, dan sepeda motor Rp 2.000 - 3.000 per jam. Sedangkan untuk parkir di Jalan Golongan B, tarif bagi mobil sebesar RP 2.000 - 4.000 per jam, bus dan truk Rp 4.000 - 6.000 per jam, sepeda motor Rp 2.000 per jam.

Selanjutnya, tarif parkir di tempat parkir lingkungan, pelataran dan gedung parkir milik Pemprov DKI, diusulkan tarif untuk mobil Rp 4.000 - 5.000 untuk satu jam pertama, dan Rp 2.000 - 4.000 setiap jam berikutnya.

Bus dan Truk Rp 6.000 - 7.000 untuk jam pertama dan Rp 3.000 untuk setiap jam berikutnya. Sedangkan sepeda motor Rp 1.000 - 2.000 per jam.

Sedangkan tarif penitipan kendaraan atau park and ride milik pemerintah diusulkan mobil dan bus Rp 5.000 per hari, sepeda motor Rp 2.000 per hari, dan sepeda Rp 1.000 per hari. Tarif parkir valet diusulkan sebesar Rp 20.000.

Selasa, 02 Juli 2013

Bus Transjakarta Kabur Usai Menabrak Dua Mobil di Semanggi

Kecelakaan terjadi di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Sebuah bus Transjakarta menabrak mobil pribadi. Sopir Transjakarta kemudian kabur dengan busnya, Selasa (2/7/2013).

Informasi yang diperoleh Wartakotalive.com dari Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya menyebutkan, kecelakaan terjadi sekitar puku;l 07.49 WIB.

Kecelakaan melibatkan 3 kendaraan di (jalur cepat), tepatnya di depan Univ Atmajaya arah jalan layang Semanggi. Polisi telah menangani kasus itu.

Kendaraan yang terlibat kecelakaan itu adalah Transjakarta B 7115 IZ, Honda Jazz B 68 HE, dan Suzuki APV B 1471 MF.

Tapi, sopir bus Transjakarta tiba-tiba membawa kabur kendaraannya. @TMCPoldaMetro menyebutkan, "07.51 Bis Transjakarta B 7115 IZ kabur/melarikan diri setelah terlibat kecelakaan dgn APV dan Honda Jazz di dpn Univ Atmajaya arah Semanggi."

Senin, 01 Juli 2013

Sopir TransJakarta Pukul Pemotor Dibebastugaskan

Seorang sopir bus TransJakarta di koridor Blok M-Kota dikabarkan telah memukul seorang pengemudi motor yang masuk busway. Akibat kejadian tersebut, sopir berinisial SN itu dilaporkan ke Polsek Tamansari.

Humas Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta Sri Ulina Pinem mengatakan, SN yang merupakan sopir dari operator Damri dan sudah bekerja selama satu tahun itu sudah diberi sanksi. Bentuk sanksi itu, SN dibebastugaskan hingga kasusnya selesai.  

Menurut dia, kejadian pemukulan tersebut bermula ketika SN sedang mengemudikan bus yang baru saja berangkat dari Halte Kota. Saat itu, kata Sri, kondisi lalu lintas sedang sangat padat. Namun, ada seorang pengendara motor Vario yang diketahui bernama Hendra memaksa masuk jalur busway.

Meski sudah diperingati, lanjut Sri, Hendra tetap nekat melajukan kendaraannya di jalur busway. Dia bahkan memancing emosi pramudi busway dengan mengacungkan jari tengah sambil melontarkan kata-kata kasar. Hal tersebut lantas membuat SN tersulut emosinya.

Dia kemudian langsung menghampiri si pengendara motor yang sudah membuka helmnya. Sebuah pukulan dilayangkan SN pada hidung Hendra. "SN mengira si pengendara motor itu mau mukul dia, karena dia sudah buka helm. Akhirnya dia pukul duluan," jelas Sri.

Menurut Sri, usai insiden pemukulan tersebut, SN sempat kembali ke bus untuk meminggirkan kendaraan tersebut agar tidak menganggu pengendara lain. Setelah itu, dia kembali menghampiri Hendra untuk  meminta maaf dan menyatakan khilaf.  "Tapi dia minta uang damai Rp 1 juta," kata Sri.

Namun SN mengaku tidak punya uang sebanyak itu. Dia mengaku hanya memiliki uang Rp 100 ribu. Akhirnya Hendra pun bersedia memafkan SN tanpa adanya uang damai.  "Karena sudah saling salaman, kita pikir sudah clear. Ternyata dia bikin laporan di Polsek Tamansari," tambah Sri.

Hingga saat ini, kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan. Polisi masih akan memeriksa SN dan Hendra untuk mengetahui detail kejadian.
[ROL]

Dahlan Iskan: Sudah Saatnya KRL Ekonomi Dihapuskan

Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengatakan, sudah saatnya kereta listrik ekonomi dihapuskan. Menurutnya, rata-rata KRL ekonomi berusia sekitar 30 tahun sehingga kerap mogok.

Dahlan mengatakan, beroperasinya KRL ekonomi justru kerap menghambat peningkatan pelayanan KRL secara keseluruhan. "Commuter line makin murah, bisa dijangkau. Lima stasiun pertama Rp 2.000, seterusnya Rp 500. Kereta ekonomi lebih sering mogok, usianya sudah 30 tahun. Sudahlah, ditarik saja," kata Dahlan, Senin (1/7/2013) di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.

Hari ini PT KAI Commuterline Jabodetabek memulai mengoperasikan tiket elektronik dan tarif progresif untuk layanan KRL commuter line. Pada hari pertama peluncurannya, pagi tadi sebuah rangkaian KRL ekonomi dari Bogor menuju Jakarta mogok di Stasiun Kalibata, Jakarta Selatan. Mogoknya kereta ekonomi tersebut disebabkan adanya sistem kelistrikan di dalam kereta yang terbakar.

Akibat mogoknya KRL ekonomi tersebut, perjalanan sejumlah kereta mengalami keterlambatan. Terjadi penumpukan calon penumpang di stasiun tersebut.

E-Ticket dan Tarif Progresif KRL Resmi Diterapkan

 E-ticket serta tarif progresif kereta rel listrik (KRL) hari ini mulai diberlakukan di 66 stasiun Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). "Dengan e-card dan multi-trip, jauh-dekat hitungan tarifnya beda, sehingga masyarakat bisa hemat," kata Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Ignasius Jonan dalam peresmian e-ticketing dan tarif progresif di Stasiun Manggarai, Senin, 1 Juli 2013.

PT KAI dan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mengganti tiket kertas menjadi tiket kartu elektronik untuk semua perjalanan KRL commuter line di Jabodetabek sampai lintas Maja. Uji coba dilakukan pada 8 April-30 Juni 2013, dengan jumlah transaksi penjualan tiket dengan kartu elektronik sebanyak 200 ribu per hari.

Dengan e-ticketing yang mulai diterapkan hari ini, ada dua jenis tiket perjalanan yang dijual. Pertama, tiket single trip untuk satu kali perjalanan. Kedua, tiket multi-trip atau berlangganan, dengan sistem potong saldo sesuai perjalanan. KAI dan KCJ menyarankan masyarakat menggunakan kartu multi-trip untuk mengurangi antrean di loket.

Penerapan e-ticketing dengan single trip dan multi-trip tersebut juga diikuti pemberlakuan tarif progresif dengan public service obligation (PSO). Penumpang hanya dikenai tarif Rp 2.000 untuk lima stasiun pertama dan Rp 500 untuk setiap tiga stasiun berikutnya. Jonan menjelaskan, dengan tarif progresif, harga tiket perjalanan KRL akan lebih murah. Tarif KRL untuk rute Jakarta-Bogor yang semula Rp 9.000 sekarang menjadi Rp 5.500 dengan tarif progresif.

Direktur Utama KCJ Tri Handoyo berharap program e-ticketing dapat mendukung rencana pemerintah untuk melakukan integrasi antarmoda. "Dan sistem pembayaran elektronik atau e-money," katanya.

Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Arief Yahya menuturkan, pemasangan 540 perangkat e-ticketing di loket berupa monitor, dispenser, card reader, serta 339 gate elektronik, telah dilakukan di stasiun.

Ia menjelaskan, ada tiga hal yang mendukung transformasi. Pertama, perubahan proses. Kedua, perubahan teknologi. Ketiga, perubahan dari segi manusia, baik internal KAI dan Telkom, maupun eksternal.

"Untuk enam bulan pertama, silakan kasih masukan, tapi tolong jangan men-discourage," ujarnya.