Senin, 03 Maret 2014

TROTOAR JALAN, Pejalan Kaki Termarjinalkan

HAK pejalan kaki di Ibu Kota semakin termarjinalkan. Trotoar yang selama ini seharusnya menjadi hak pejalan kaki diokupasi oleh pedagang kaki lima, parkir liar, dan mengubahnya menjadi toko ilegal untuk bisnis komersial.

Pejalan kaki akhirnya harus memilih turun ke bibir jalan raya di tengah padatnya lalu lalang kendaraan yang melaju kencang. Kesengsaraan pejalan kaki tak berhenti sampai di situ. Mereka juga harus ekstra hati-hati agar tidak terjeblos saat berjalan di trotoar karena buruknya kualitas trotoar.

Kondisi trotoar yang mengenaskan itu terlihat di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, tepatnya di depan Bank Negara Indonesia. Kondisi trotoar sepanjang 400 meter rusak parah. Lapisan trotoar yang berbahan batu alam sudah tidak rata lagi. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya dua penutup saluran air. Pejalan kaki harus waspada agar tidak tersandung batu alam atau tercebur ke lubang sedalam 60 sentimeter (cm).

”Saya tak nyaman dan harus berhati-hati melangkah di trotoar ini. Pembiaran kerusakan mengindikasikan pemerintah tidak peduli kepada pejalan kaki,” kata Dedi (30), karyawan swasta di Jakarta Utara, Rabu (26/2).

Kondisi trotoar yang tidak nyaman untuk pejalan kaki juga terlihat di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. Di wilayah ini, tepatnya dari depan Hotel Gren Alia, Cikini, hingga Halte ABA, terdapat tujuh tumpuk karung sampah dari kerukan selokan di kawasan jalan tersebut yang dibiarkan tergeletak memakan badan trotoar. Selain itu, empat lubang selokan juga dibiarkan terbuka tanpa ada penutup dan rambu penanda sehingga membahayakan pejalan kaki pada malam hari.

Lucas (19), wisatawan asal Jerman, mengeluhkan buruknya fasilitas bagi pejalan kaki. Ia harus berhati-hati saat melintasi kawasan tersebut, terutama saat menyusuri tepian jalan raya di tengah keramaian kendaraan yang saling serobot. Jalanannya padat, berdebu, dan penuh polusi asap.

Sementara itu, kondisi trotoar di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, yang mengarah ke Harmoni, Jakarta Pusat, terlalu tinggi. Ketinggian trotoar sekitar 60 cm sehingga merepotkan pejalan kaki. Selain itu, trotoar pun digenangi air buangan dari saluran bangunan di daerah itu. Banyak pejalan kaki yang memilih berjalan di sisi jalan raya.

Bahkan, di depan Harco Glodok hingga Halte Glodok, trotoar dengan lebar 2 meter dan tinggi sekitar 10 cm dari jalan raya tidak bisa dilalui pejalan kaki. Trotoar dipenuhi motor pengunjung pusat elektronik itu. Padahal, di sepanjang jalan tersebut terpasang rambu-rambu larangan berhenti dan memarkir kendaraan.

Kerja penataan trotoar yang serampangan juga terlihat di depan Giant, Jalan Mampang Prapatan Raya. Ubin-ubin paving yang terpasang rapi di trotoar ternyata harus berbagi ruang dengan sembilan batang pohon yang dibiarkan tetap berada di tengah trotoar.

Dari lebar trotoar 1,5 meter, sekitar 60 cm areanya diokupasi pohon. Selain itu, tiang listrik dan telepon serta bak sampah menambah ketidaknyamanan trotoar itu. Akibatnya, banyak pejalan kaki yang tidak mau menggunakan trotoar.

Diokupasi pedagang
Selain kondisi fisik yang buruk dan diperbaiki secara serampangan, banyak pejalan kaki yang mengeluhkan ”perampasan” lahan publik oleh pedagang informal. Salah satunya seperti dikeluhkan Aiminah (52). Perempuan ini terpaksa harus menggandeng cucunya, Rini (4), menuju tangga penyeberangan di Jalan Perumnas Klender, Jakarta Timur. Rini hampir saja terpeleset karena jalanan yang dilalui becek dan berbatu.

Di wilayah ini, trotoar telah beralih fungsi menjadi bursa tanaman hias. Pejalan kaki terpaksa menggunakan badan jalan yang padat dengan lalu lintas bus, mobil, dan motor. ”Yah... mau bagaimana lagi, di trotoarnya banyak pedagang,” kata Aiminah.

Para pedagang mengakui telah mengambil trotoar untuk tempat berjualan. Tahun 2012, Pemerintah Kota Jakarta Timur pernah menyuruh para pedagang pindah, tetapi ditolak.

Tambunan, seorang pedagang, berharap dinas UKM mau membantu pedagang mencarikan tempat penampungan sementara. ”Kapan pun disuruh pindah, kami siap. Masalahnya, harus pindah ke mana? Dinas UKM tidak membantu mencarikan solusi,” kata pria yang sejak tahun 1989 mencari nafkah di wilayah Klender.

Pemerintah Kota Jakarta Timur menawarkan solusi dengan mengizinkan pedagang menggunakan 1,5 meter lebar trotoar. Sisanya selebar 1 meter digunakan untuk pejalan kaki. Namun, lama-kelamaan aturan itu dilanggar, seluruh badan trotoar diokupasi mereka.

Selain di Jalan Perumnas Klender, perampasan trotoar juga terjadi di Jalan Stasiun Jatinegara. Di wilayah ini trotoar beralih fungsi menjadi tempat berjualan kacamata, kardus, dan makanan serta parkir liar ojek. Akibatnya, penumpang KRL yang keluar dari stasiun terpaksa harus menyeberang dengan menerobos jalur transjakarta di depan Stasiun Jatinegara untuk melintas.
Pemandangan yang sama terlihat di sepanjang Jalan Tentara Pelajar hingga Stasiun Palmerah. Trotoar telah disulap menjadi ruko-ruko mini, tempat tambal ban, dan warung makan. Akibatnya, pejalan kaki yang akan menuju ke Stasiun Palmerah harus turun ke badan jalan, padahal kawasan itu padat lalu lintas. Jika tidak berhati-hati, pejalan kaki bisa tertabrak pengendara roda dua ataupun mobil yang melaju kencang.

Okupasi trotoar oleh pedagang kaki lima (PKL) juga terlihat di Jalan Kebayoran Lama, mengarah ke Pasar Kebayoran Lama. PKL berjualan di trotoar. Mendekati pasar, jumlah PKL semakin banyak dan lapak mereka semakin berimpitan.

Para penjual makanan memang hanya menggunakan gerobak selebar 50 cm, tetapi tenda untuk konsumen mereka mengambil seluruh trotoar. Lebar trotoar di sana hanya sekitar 2 meter sehingga membuat pejalan kaki, termasuk siswa-siswa sekolah, harus meniti di pinggir jalan.

Menyiapkan perbaikan
Tindakan PKL ini selain membuat tidak nyaman dan membahayakan pengguna jalan, juga melanggar aturan. Dalam Pasal 93 b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara jalan wajib memberikan prioritas keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki. Namun, kenyataannya, hak keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki sering diabaikan.

Menanggapi keluhan publik, Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta akan meningkatkan kualitas trotoar. Ada lima daerah yang diprioritaskan berdasarkan volume pejalan kaki per hari, yaitu Jalan Satrio (Jakarta Selatan), kawasan Pasar Tanah Abang (Jakarta Pusat), Kota Tua (Jakarta Barat), Pluit (Jakarta Utara), dan kawasan Terminal Pasar Minggu (Jakarta Selatan).

”Trotoar di lima kawasan itu akan kami perbaiki dengan lebar 6-8 meter. Selain itu, kami juga bekerja sama dengan dinas pertamanan dan pemakaman untuk memperindah trotoar,” kata Kepala Bidang Jalan Dinas PU DKI Jakarta Yusmada Faizal.

Yusmada mengatakan, kini program itu baru memasuki penentuan tahap desain standar dan menunggu penetapan dana APBD DKI Jakarta tahun 2014.

Mengenai PKL, dinas PU tidak bisa berbuat banyak karena itu kewenangan satuan polisi pamong praja (satpol PP). ”Kami hanya bertugas untuk menyediakan trotoar, sedangkan pemeliharaan fungsinya itu bagian satpol PP dan dinas perhubungan,” ujar Yusmada.

Kualitas trotoar
Menanggapi semua itu, Ketua Koalisi Pejalan Kaki Ahmad Safrudin mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta jangan hanya fokus memperbaiki trotoar di jalan-jalan utama, yang nyaris setiap tahun selalu diperbaiki. ”Seharusnya Pemprov menambah trotoar berkualitas baik di daerah lain, seperti Pulogadung, Cempaka Putih, dan Kebayoran Lama,” kata Ahmad.

Trotoar tidak perlu dipercantik, yang diperlukan pemanfaatan fungsinya. ”Satu pohon untuk berteduh dan paving block sudah cukup untuk sebuah trotoar. Tidak perlu penampilan, tetapi kualitasnya yang baik,” ujar Ahmad.

Menurut pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, membuat kebijakan publik yang ramah terhadap pejalan kaki bukan berarti harus membangun trotoar baru. ”Ini bukan soal ada trotoar atau tidak, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menghidupkan jiwa trotoar yang bersih dan nyaman bagi semua orang,” kata Yayat.

Yayat merinci empat hal yang membuat banyak orang malas berjalan kaki, yaitu banyak PKL, parkir liar, ketinggian trotoar yang tidak rata, dan kondisi trotoar yang jorok, kotor, dan banyak sampah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar