Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menyatakan penerapan kebijakan pembatasan kendaraan bermotor pribadi melalui nomor polisi kendaraan ganjil dan genap dibatalkan. Pemprov DKI lebih memilih penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP).
Ditargetkan, ERP dapat diterapkan kuartal pertama tahun 2014 atau diatas bulan Maret 2014.
Kepala Dishub DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan pihaknya sudah mendapatkan instruksi dari Gubernur DKI Jakarta untuk segera menerapkan ERP di jalan-jalan ibu kota. Namun, penerapan ERP tidak akan dilaksanakan di awal tahun 2014, melainkan akan diterapkan pada kuartal pertama tahun 2014, atau paling tidak diatas bulan Maret 2014.
“Kita tidak mungkin melaksanakannya di bulan Januari 2014, kalau bus-bus yang dijadikan alternatif transportasi publik belum tersedia atau jalan. Karena itu, kita akan adakan dulu bus-busnya. Lalu saya sarankan ERP yang diterapkan, ganjil genap tidak akan diterapkan di Jakarta,” kata Pristono dalam Forum Grup Diskusi tentang ERP di DPRD DKI, Jakarta, Kamis (3/10).
Dalam penerapan ERP, Dishub menginginkan semua kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat juga diatur dikenakan tarif ERP. Sayangnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 97 tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, kendaraan bermotor yang tidak dikenakan retribusi yaitu motor.
“Kami maunya motor juga masuk dalam penerapan ERP. Karena kalau motor tidak masuk, nanti dikhawatirkan warga ramai-ramai membeli motor. Maka kemacetan tidak akan hilang,” ujarnya.
Selain itu, dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB) belum diatur pendapatan dari ERP dimasukkan ke dalam pos khusus transportasi. Sehingga bisa digunakan untuk membeli bus-bus yang digunakan sebagai angkutan umum.
“Nah dua aspek legal ini, PP No. 97/2012 dan UU No. 28/2009 yang harus dilakukan revisi peraturan. Supaya motor bisa dimasukkan ke dalam kebijakan ERP dan pendapatan ERP bisa dimasukkan ke pos transportasi umum. Legal aspek harus digenjot,” tuturnya.
Sambil menunggu revisi dari kedua aspek legal tersebut, pihaknya juga sedang menyusun perda yang mengatur pelaksanaan ERP. Kemungkinan besar, aturan ERP akan digabungkan menjadi satu dalam rancangan perda transportasi.
“Tarif, ruas jalan atau kawasannya dan pemanfaatan dananya nanti diatur dalam perda. Nggak usah perda ERP sendiri, tapi digabungkan dalam Raperda Transportasi,” paparnya.
Untuk cakupan area penerapan ERP, Pristono menegaskan tahap pertama akan diberlakukan di kawasan penerapan 3 in 1 dan Rasuna Said. Karena kawasan ini dikelilingi oleh tiga koridor bus Transjakarta, yaitu Koridor 1 (Blok M-Kota), Koridor 6 (Kuningan-Ragunan) dan Koridor 9 (Pinangranti-Pluit).
Tahap dua akan disesuaikan dengan penambahan bus yang ada. Sedangkan tarif akan diterapkan sebesar Rp 21 ribu dengan sistem fine tuning. Artinya disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar