Pemerintah berencana menurunkan tarif sejumlah ruas tol karena dianggap mahal. Rencana ini tengah dikaji dengan melakukan skema penambahan konsesi tol ke badan usaha hingga penyederhanaan golongan kendaraan yang masuk tol.
Namun penurunan tarif tol dianggap tak menjadi solusi untuk menarik kendaraan masuk ke tol, terutama jika bicara angkutan logistik atau truk. Direktur PT Astratel Nusantara Wiwiek D. Santoso mengatakan porsi tarif tol terhadap komponen biaya logistik hanya mencakup 1% sehingga tak bisa menjadi solusi dalam menarik minat kendaraan masuk ke tol.
"Kalau kita prefer-nya tidak menurunkan tarif. Karena tarif dikompensasi ke konsesi itu kecil sekali. Artinya konsesi itu setelah 50 tahun nggak ada artinya. Kalau kita patok konsesinya 50 tahun, penurunan tarifnya juga sangat-sangat kecil," katanya saat ditemui usai rapat di kantor BPJT, Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Wiwiek mengakui, bahwa ada deviasi pada angka lalu lintas harian rata-rata (LHR) tol-tol baru yang dioperasikan oleh Astra. Namun deviasi atau selisih LHR tersebut dianggap wajar untuk tol yang baru dibuka.
"Ada deviasi memang. Hampir semua ruas kita di awal-awal seperti Jombang-Mojokerto itu jauh sekali deviasinya. Itu harusnya 20.000an, realisasi cuma 11.000an. Tapi kita bisnis jalan tol kan investasi bisnis jangka panjang," katanya.
Tapi menurut dia, tarif tol tak termasuk dalam perhitungan kendaraan tidak lewat tol. Pasalnya, tarif yang diberlakukan juga sebenarnya telah memasukkan komponen inflasi dan daya beli masyarakat sehingga bisa diterapkan.
"Yang harus dilihat sebenarnya adalah, jalan tol ini kan jalan alternatif. Kalau nggak mau lewat, nggak mau bayar ya sudah. Kasarnya seperti itu. Tapi bukan berarti sampai nggak ada yang lewat sama sekali juga, karena itu kan kebutuhan untuk orang yang mau jalannya cepat," pungkasnya. (dna/dna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar