"Kekurangannya cuma belum tender (pengelola) saja. Kalau sudah tender, kan bisa langsung kerjasama dengan bank dan menerapkan e-money, tidak lagi pakai koin. Harusnya nanti masyarakat enggak perlu tukar koin, langsung dengan e-money," kata Basuki, di Balaikota, Selasa (7/10/2014).
Apabila pengelola parkir berbayar sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Pemprov DKI dan bank, maka lanjut Basuki, ia bisa mengetahui transaksi uang di sana. Kemudian, melalui CCTV (kamera pengintai) yang terpasang di mesin meteran parkir, pihaknya dapat melihat pemasukan uang, nomor pelat polisi yang parkir di bahu Jalan Sabang, dan lainnya.
Salah satu keluhan Dinas Perhubungan DKI dalam menerapkan sistem parkir berbayar di Jalan Sabang karena masih banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang berdagang dengan menggunakan mobil. Mereka biasanya berdagang seharian dan tidak membayar parkir.
"(Pedagang mobil -red) itu nanti digeser pelan-pelan. Mereka juga harus tetap bayar parkir meter," kata pria yang akrab disapa Ahok itu.
Pemprov DKI bakal memasang mesin meteran parkir di seluruh Jakarta. Bahkan, pada 2016 mendatang rencananya seluruh ruas jalan sudah terpasang alat setinggi 170 centimeter itu. Mesin parkir seharga Rp 200 juta per unit nya itu rencananya juga akan dipasang di Jalan Juanda, Jalan Kelapa Gading, dan Pasar Baru.
Adapun metode pembayaran parkir pada alat yang diimpor dari Swedia itu menggunakan uang koin pecahan Rp 500 dan Rp 1. 000. Untuk sekali parkir, pengguna motor dibebankan Rp 2.000 per jam dan mobil dikenakan biaya Rp 5.000 per jam. Dishub DKI pun merekrut juru parkir di sana untuk membantu mensosialisasikan dengan warga, dan mendapat gaji sebesar 2 kali nilai upah minimum provinsi (UMP) Rp 2,4 juta menjadi Rp 4,8 juta.
Selama dua pekan penerapan sistem parkir berbayar, pendapatan yang masuk ke dalam kas daerah mencapai Rp 7 juta per harinya. Pendapatan ini meningkat 12 kali lipat dari parkir manual yang hanya sekitar Rp 500.000 per harinya.
[Kompas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar