Yoga mengatakan lubang pertama terdapat dalam penggunaan koin untuk pembayaran. "Harusnya transaksi jangan tunai, tapi sudah menggunakan kartu," kata Yoga ketika dihubungi, Ahad, 5 Oktober 2014.
Menurut Yoga, pembayaran menggunakan uang tunai rawan diselewengkan. Selain itu, transaksinya tidak tercatat secara rapi. Jika menggunakan sistem elektronik, pembayaran bisa langsung dipantau.
Yoga juga mengkritik juru parkir yang belum dibekali pemahaman tentang sistem parkir ini. Di lapangan, masih ada laporan bahwa mereka main belakang dengan tidak memasukkan uang ke alat parkir meter.
Yoga menuturkan juru parkir seharusnya diberi pelatihan mengenai sistem tersebut. "Seharusnya mereka tidak sekadar membantu pengendara." Yoga bersama timnya pernah menyusun konsep parkir meter ini dan mengusulkannya kepada Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Masukan lain yang disampaikan Yoga adalah soal pengelolaan yang masih berada di bawah Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Seharusnya, Yoga melanjutkan, ada operator khusus yang menangani sistem ini.
"Ada operator dan regulator, seperti Transjakarta." Dengan cara tersebut, pengelolaan parkir akan lebih maksimal. Sebab, jika UPT Perparkiran juga mengurusi teknis lapangan, kinerja nya tidak akan maksimal.
Yoga mengusulkan, sebaiknya kelak DKI tidak hanya membuka pelelangan alat parkir meter, tapi juga jasa operator pengelola parkir. Dengan begitu, pengelolaan sistem ini lebih optimal. Yoga berharap DKI segera menambal lubang dalam sistem parkir meter ini. Jika dibiarkan berlarut, dikhawatirkan sistem ini akan gagal diterapkan.
[Tempo.co]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar