"Kalau dilihat dari niatnya, saya beri nilai 8. Tapi kalau dilihat dari hasil, nilainya 6," kata pakar transportasi dari UGM Danang Parikesit dalam diskusi di kantor Tempo, Selasa, 4 Juni 2013.
Koran Tempo selama sepekan, mulai Senin 17 Juni 2013 akan membahas tentang persoalan Jakarta yang masih menjadi pekerjaan rumah Jokowi-Ahok. Danang menjelaskan, di media massa di awal pemerintahannya, Jokowi kerap menyatakan keinginannya untuk menata angkutan umum. Dilihat dari keinginannya itu, nilai 8 pantas diberikan pada Jokowi.
Sayangnya, kinerja Jokowi secara faktual dalam mengurusi masalah transportasi belum menunjukan arah keberhasilannya. "Belum ada hal konkret yang dilakukan dan dirasakan masyarakat," kata Danang yang juga ketua umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
Tidak perlu menunggu proyek-proyek besar selesai, seperti MRT, monorel, untuk menilai kinerja Jokowi. Danang mencontohkan ada dua program yang sebenarnya bisa dilakukan Jokowi, namun nyatanya hal tersebut tidak dilakukan. Padahal dari sisi kewenangan, hal tersebut sepenuhnya berada di tangan Jokowi, tanpa melibatkan kementerian atau Pemda lain.
Dua program tersebut adalah penanganan pejalan kaki dan restrukturisasi trayek angkutan umum. Penanganan pejalan kaki dilakukan dengan membangun trotoar yang layak bagi pejalan kaki. "Itu biayanya murah dan bisa langsung dirasakan masyarakat, dan itu adalah akses pertama untuk ke angkutan umum," kata Danang.
Selama ini, Danang melanjutkan, Jokowi menyatakan keinginannya mendorong angkutan umum. "Tapi kalau orang mau ke angkutan umum saja susah, bagaimana dia mulai bisa mencintai angkutan umum. Karena itu program yang kami dorong dan belum dilakukan adalah investasi besar-besaran untuk pejalan kaki," kata dia.
Selain masalah pejalan kaki, restrukturisasi trayek juga mestinya sudah dilakukan Jokowi. Selama 20 tahun terakhir, trayek-trayek angkutan umum di Jakarta tidak pernah direstrukturisasi. Dia mencontohkan PPD P20 yang sudah 20 tahun tidak berubah rutenya, padahal banyak orang sudah pindah rumah, pindah kantor. "Kan karena adanya perubahan tata guna lahan, rumah pindah, kantor pindah, trayek juga harusnya menyesuaikan," kata Danang.
Restrukturisasi trayek, Danang melanjutkan, harus diikuti dengan perubahan sistem lainnya. Tidak boleh lagi izin trayek seumur hidup. Selain itu, izin trayek juga diberikan dalam bentuk kontrak dan pemberlakuan sistem sebagaimana dilakukan pada TransJakarta. Sebagian risiko harus diambil pemerintah daerah, sehingga operator yakin dia bisa lakukan investasi.
"Itu juga yang ingin kita lihat dilakukan Jokowi dalam waktu dekat. Karena itu urusan dia semua. Pertanyaannya, apakah Jokowi ingin melakukan restrukturisasi trayek?" kata Danang.
[Tempo.co]
Makasih udah share sob, blog yang bermanfaat ........................
BalasHapusbisnistiket.co.id