Meski demikian, program mengatasi kemacetan itu sampai sejauh ini dinilai belum berhasil. Hal itu terbukti dari gagalnya pengadaan bus pada tahun 2013, yang berujung pada mencuatnya kasus bus berkarat.
Salah satu pengusaha metromini, Azas Tigor Nainggolan, menganggap gagalnya pengadaan bus merupakan akibat dari penerapan kebijakan yang salah. Menurut Tigor, seharusnya pengadaan bus tidak dilakukan langsung oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Seharusnya, kata dia, Pemprov DKI menyerahkan saja proses pengadaan bus ke pengusaha angkutan. Adapun peran Pemprov DKI adalah sebagai pihak penjamin, terutama yang menyangkut tentang bunga di bank dan pajak bea masuk kendaraan.
"Seharusnya pemerintah menjadi penjamin bagi para pengusaha. Misalnya dalam hal pengadaan bus, yang beli busnya pengusaha, tetapi Pemprov yang bayar bunga banknya. Terus pajak bea masuknya, Pemprov bisa bantu melobi ke pemerintah pusat supaya pajaknya dibuat nol persen sehingga harganya murah. Jadi, pengusaha bisa melakukan peremajaan bus," kata Tigor kepada Kompas.com.
Tigor mengatakan, apabila Pemprov DKI bisa menjadi pihak penjamin dalam hal bunga bank dan bea masuk, ia yakin para pengusaha angkutan umum akan bersedia meremajakan kendaraan miliknya.
Pada dasarnya, kata Tigor, pengusaha angkutan umum tidak pernah merasa keberatan untuk meremajakan angkutan miliknya. Namun, tentu saja hal itu harus dibarengi dengan bantuan dari pemerintah.
"Kami mau saja ganti bus, tetapi ya mohon bantuan juga dari pemerintah. Pemprov harus membantu para pengusaha angkutan. Jangan sampai juga Pemprov membiarkan masuknya operator baru, tetapi operator lama ditelantarkan," ujar mantan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) itu.
Sebagai informasi, Pemprov DKI pada akhir 2013 membeli 450 bus buatan Tiongkok bermerek Ankai dan Yutong. Namun, pada perkembangannya, beberapa bus ditemukan dalam kondisi tak layak karena beberapa komponen berkarat.
Akibatnya, Pemprov DKI enggan melunasi pembayaran bus. Ratusan bus pun hingga saat ini tak bisa digunakan dan teronggok begitu saja di depo bus milik PPD di Ciputat. Kegagalan pengadaan bus pun akhirnya menggelinding ke ranah hukum.
Ada beberapa pejabat di lingkungan Dinas Perhubungan DKI yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan mark-up, salah satunya mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono.
[Kompas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar