Senin, 02 Desember 2013

Jebakan Polisi di Jalur Transjakarta

Sejumlah pengendara sepeda motor dan mobil yang menyerobot jalur Transjakarta merasa dijebak oleh petugas kepolisian. Mereka meminta polisi kalau ingin membantu persoalan sterilisasi busway harus dilakukan secara profesional.

"Bukan malah sebaliknya sengaja menjebak pengendara di akhir jalur shelter Transjakarta," kata seorang pelanggar jalur Transjakarta, Nur Hafid, mengeluhkan kepada detikcom.

Pengendara sepeda motor yang mengikuti sidang tilang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/11), itu menganggap seringkali petugas polisi lalu lintas seperti mempermainkan pengendara.

Saat kondisi jalan macet, petugas tidak tampak di awal jalur Transjakarta. Tapi, begitu memasuki akhir jalur mendekati rambu lalu lintas, mereka muncul tiba-tiba dengan membawa surat bukti pelanggaran (tilang).

“Kalau ingin sterilisasi, sekalian mereka juga niat benar jaganya dari awal jalur masuk. Jangan cuma ngejar tilang terus nunggu di akhir jalur busway. Siapa sih yang tahan macet,” kata Nur Hafid dengan nada kesal.

Menurut dia, kalau polantas berjaga di awal jalur masuk, pengendara sepeda motor seperti dirinya tentunya tidak berani untuk menerobos busway.

Namun, ujar dia, kerap kali polisi mengabaikan hal ini. Kadang, kalau yang melanggar lebih dari 30 kendaraan saat jam sibuk berangkat atau pulang kerja akan didiamkan. Tapi, ketika yang melanggar ada 10-an kendaraan akan dicegat di akhir jalur dan ditilang. “Kita juga jadi bingung dan terus nyoba nerobos. Mana sih yang mau ditilang atau enggak."

Kritikan serupa dilontarkan Suryadi, penerobos busway dari kategori mobil. Pria yang bekerja sebagai sopir pribadi ini merasa dikerjain polisi.

Biasanya puluhan mobil termasuk dirinya melewati jalur Transjakarta Permata Hijau sebelum pukul 07.00 tidak masalah. "Tumben di situ kena tilang. Biasanya kalau setengah enam pagi saya lewat, lewat aja," kata Suryadi kepada detikcom.

Tapi, ketika denda maksimal bagi pelanggar Transjakarta mulai digembor-gemborkan, ia terkena apes. Sebelum ditilang, ia mengupayakan cara "damai" di tempat agar tidak sampai di sidang.

Namun, petugas meminta jatah yang lumayan besar dengan alasan pelanggaran jalur Transjakarta masuk kategori berat. “Iya, begitu. Dia minta di sekitar Rp 300-an ribu lebih. Bos saya maunya Rp 200 ribu lah maksimal," ungkapnya.

Seharusnya, kata dia, persoalan sterilisasi jalur Transjakarta berkoordinasi dengan petugas Badan Layanan Umum Transjakarta serta Dinas Perhubungan DKI. Masalahnya, banyak pintu busway yang tidak memiliki palang khusus otomotis. Sementara, tidak terlalu sering pula Polantas yang terlihat menjaga di awal jalur Transjakarta.

Kalau ada Polantas atau petugas Transjakarta tidak akan masalah karena juga bisa membantu mengatur lalu lintas. “Taruh aja satu orang di palang pintu sambil ngatur macet. Dilihat gitu kan enak. Kita juga sungkan terobos jalur busway,” ujarnya.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan, Polda Metro Jaya harus bekerja keras mengatur proses sterilisasi jalur Transjakarta. Masyarakat sebagai pengguna jalan tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena memang kemacetan luar biasa dan ketersediaan transportasi massal yang minim.

“Kemacetan sudah parah. Harusnya mereka bantu ngatur lalu lintas. Jangan cuma sibuk ngejebak di jalur busway doang,” katanya kepada detikcom, Sabtu (30/11).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar