Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta tak tergesa-gesa membangun light rapid transit (LRT) tahun 2015 sebelum memiliki detail engineering design (DED) dan basic desain engineering (BED) serta model bisnisnya.
Pengamat Transportasi Universitas Indonesia (UI), Ellen Tangkudung mengatakan, pembangunan LRT bisa dilakukan jika kajian terhadap LRT sudah dilakukan. Kajian itu meliputi aspek transportasi dan bisnis.
Pada aspek transportasi, LRT harus dibangun terintegrasi dan terkoneksi dengan moda transportasi lainnya. Seperti, kereta rel listrik (KRL), Mass Rapid Transit (MRT), dan bus rapid transit (BRT). Selain itu, tiap stasiun harus terkoneksi dengan pusat bisnis. Sebab, pembangunan moda transportasi bukan sekedar memindahkan orang, tapi harus mampu mengggerakan ekonomi masyarakat.
Dari aspek bisnis, sejauh mana pengeoperasian moda itu bisa berkelanjutan. Harus ada potensi pasar yang jelas untuk melayani penumpang, serta potensi pendapatan yang diperoleh selain tiket.
“LRT itu angkutan massal yang lebih ringan dan kecil dibanding kereta. Namun, mampu membawa penumpang cukup banyak, tetapi semua kajiannya harus jelas. Pembangunan LRT sudah sangat mendesak, seharusnya sudah dilakukan sejak dulu,” kata Elle, Sabtu (6/6/2015).
Menurutnya, Jakarta belum memiliki angkutan umum yang baik. Keberadaan KRL dan bus TransJakarta belum mampu mengakomodir kebutuhan perjalanan masyarakat. Perlu jaringan tambahan. Pembangunan MRT yang baru tuntas pada 2018 harus ditopang dengan LRT agar semua sisi perjalanan masyarakat dapat terlayani.
“Jakarta membutuhkan semua bentuk moda transportasi massal, terutama yang menghubungkan daerah penyangga,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar