Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menawarkan pembangunan proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jalur Timur-Barat, atau dari Cikarang- Balaraja kepada pihak swasta.
Langkah itu dilakukan setelah Jepang, negara yang memberi hibah untuk pembangunan MRT Jalur Utara- Selatan menolak memberikan hibah untuk pembangunan proyek tersebut.
Menanggapi hal itu, Luky Eko Wuryanto, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh Pemda DKI Jakarta bila mereka ingin melaksanakan keinginan tersebut.
Pertama, hasil engineering service. Menurut Luky, jika nanti hasil engineering service memungkinkan proyek tersebut ditawarkan ke swasta, dia mempersilakan Pemda Jakarta melakukan hal itu.
"Jadi itu semua tergantung hasil studi kelayakannya," kata Luky di Jakarta Kamis (24/4).
Ke dua, soal konsep pembangunan. Luky menambahkan, kalau Pemda Jakarta ingin menawarkan proyek tersebut ke swasta, mereka harus terlebih dahulu mengubah konsep pembangunan proyek tersebut.
Perubahan konsep tersebut diperlukan karena jumlah investasi yang diperlukan untuk pembangunan proyek MRT. Padahal di sisi lain, MRT tidak menguntungkan.
"MRT itu menguntungkan karena digabungkan dengan transit oriented development-nya, kalau mau ditawarkan, konsep sekarang harus diubah, swasta harus juga ditawarkan real estate di daerah transitnya, apakah pemerintah mau memberikan itu," kata Luky.
Sementara itu Deddy Priatna, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan, pertimbangan lain yang juga harus diperhatikan oleh Pemda Jakarta adalah persetujuan DPRD di wilayah yang dilewati oleh proyek tersebut.
Persetujuan ini penting, mengingat, dua provinsi yang dilalui oleh proyek tersebut sudah angkat tangan dan menyatakan tidak mampu mengeluarkan dana untuk pembangunan proyek tersebut.
"Sejauh ini kajian mengenai itu belum ada," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar