Tampilkan postingan dengan label Tata Ruang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tata Ruang. Tampilkan semua postingan

Jumat, 25 April 2014

Megaproyek Giant Sea Wall Dimulai Pertengahan 2014

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatakan, pembangunan megaproyek National Capital Integrated Coastal Development atau yang dulu disebut Giant Sea Wall akan dimulai pertengahan tahun ini. Draft perencanaan proyek sendiri telah disampaikan oleh konsultan Belanda sejak awal April kemarin.

Rencananya seluas 1.080 hektare persegi Laut Utara Jakarta akan direklamasi. Hampir setengahnya 486 hektare persegi dari lahan tersebut akan digunakan untuk perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan industri.

"Dari lahan seluas 486 hektare, 69,3 persen diperuntukkan membangun perumahan. Sebesar 14,8 persen untuk perkantoran kemudian pusat perbelanjaan 4 persen. Dan sisanya 12 persen digunakan untuk daerah industri," ujar Wali Kota Jakarta Utara, Heru Budi Hartono, Jumat (25/4/2014).

Heru melanjutkan, beberapa pengembang tertarik ikut dalam pembangunan megaproyek tersebut. "Sudah ada Agung Podomoro, Agung Sedayu, dan Artha Graha yang mau mengembangkan properti di Giant Sea Wall," ucapnya.

Bahkan, lanjut Heru, Pelindo dan Ancol pun sudah mengajukan diri untuk turut andil dalam megaproyek tersebut. Heru mengatakan, semua pengembang yang berminat menggarap proyek yang digagas sejak zaman Fauzi Bowo itu berkumpul dalam sebuah paguyuban. Setidaknya sebulan sekali, paguyuban dan pemerintah melakukan rapat membahas proyek ini.

Saat ini, pengembang dan pemda belum mencapai kata sepakat soal pembagian pendapatan. Menurut Heru, swasta menghendaki semua pendapatan hasil penjualan properti masuk ke kantong mereka. Sementara pemda dan pemerintah menginginkan pendapatan lain selain dalam bentuk pajak tapi juga bukan dalam saham.

Untuk itu, ia menyarankan pembentukan badan pengelolaan reklamasi Jakarta Utara. Sebab, tidak mudah mengelola pantai hasil reklamasi. "Butuh lembaga khusus untuk menanganinya," tuntasnya,

Kamis, 17 April 2014

"Meragukan, Studi Jakarta Berpotensi Segera Samai London dan New York"

Informasi yang diklaim sebagai hasil survei yang menempatkan Jakarta sebagai kota di negara berkembang dengan potensi menyamai kota-kota di negara maju dalam satu hingga dua dekade, mengundang kritik. Data tersebut dinilai tak memperlihatkan kualitas laiknya penelitian ilmiah.

"Tak seperti hasil penelitian ilmiah karena tak memaparkan data maupun hal lain yang berkaitan dengan aspek penelitian," ujar pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, Rabu (16/4/2014). Informasi yang dia kritik merupakan pernyataan lembaga konsultan asal Amerika, AT Kearnay.

Menurut Agus, setiap hasil studi yang diumumkan ke publik dilengkapi dengan kelengkapan variabel, sampel, dan metode yang dipakai. Selain itu, ujar dia, pengumuman harus dilakukan dalam bentuk konferensi pers, tak cukup hanya lewat rilis tanpa angka pula.

"Kalau cuma press release tapi tidak ada hasil angka-angkanya, bagi saya itu bisa jadi pembohongan publik. Kalau menyampaikan hasil studi itu kan publik harus tahu apa saja yang diukur, serta angka-angkanya paling tidak, ada summary-nya," papar Agus.

Lagi pula, tutur Agus, data tersebut diungkap ketika Jakarta menghadapi masalah termasuk dugaan korupsi, seperti kasus pengadaan bus berkarat transjakarta dan penggelembungan anggaran di Dinas Pendidikan.

"Saya tidak tahu variabelnya apa saja yang dinilai, apakah kasus-kasus korupsi itu masuk dalam kategori penilaian atau tidak," ujar Agus. Dia mengaku cukup tahu reputasi AT Kearney tetapi sama sekali tak mendapat informasi soal studi tersebut.

Agus mempertanyakan pula bagaimana bisa Jakarta tiba-tiba menempati urutan pertama dari negara berkembang yang berpotensi menyamai London dan New York, mengalahkan Sao Paulo, Rio de Janeiro, Kuala Lumpur, Beijing, atau Istambul.

"Bisa juga itu studi benar-benar dilakukan, karena menurut mereka (AT Kearney) kan itu dilakukan setiap dua tahun sekali. Tapi kan kalau benar dilakukan, harusnya variabelnya, korespondennya, dijabarkan lengkap. Tapi kenapa ini tidak ada. Saya cari di google juga tidak ada," ujarnya.

Seperti diberitakan, Head of Asia Pasific AT Kearney, John Kurtz, mengungkapkan lembaganya menganalisis 34 kota di sejumlah negara berkembang. Dia mengatakan analisis memakai 24 parameter dalam lima dimensi, yakni aktivitas bisnis, sumber daya manusia, pertukaran informasi, pengalaman sosial budaya, dan kestabilan politik.

"Hasilnya, Jakarta menempati urutan pertama, disusul dengan Manila (Filipina), Addis Ababa (Etiopia), Sao Paulo (Brasil), New Delhi (India), Rio de Janeiro (Brasil), Bogota (Kolombia), Mumbai (India), dan lain-lain," ujar Kurtz di Balaikota Jakarta, Selasa (15/4/2014), usai menemui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

Kurts melanjutkan, berdasarkan data pendamping, New York (Amerika Serikat) dan London (Inggris) tetap menjadi dua kota global di dunia yang paling maju. Jakarta, Manila, dan kota-kota yang mereka analisis, ujar dia, paling memungkinkan memperkecil ketertinggalan dan memperbaiki posisi global untuk beberapa dekade ke depan.

Di Jakarta, lanjut Kurtz, perbaikan-perbaikan secara signifikan dilakukan oleh pemerintahnya. Menurut dia, Jakarta menjadi semakin kondusif untuk melaksanakan bisnis. Hal itu ditandai dengan tingginya pendapatan per kapita.

Perbaikan sumber daya manusia, imbuh Kurtz, juga kian signifikan dilihat dari pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pembangunan fasilitas transportasi pun kian masif, kata dia, dengan dimulainya proyek transportasi massal, yakni mass rapid transit (MRT), monorel, dan pengadaan ratusan bus transjakarta.

Selain itu, imbuh Kurtz, Jakarta juga tengah membangun pelabuhan baru untuk pendukung ekspor dan impor. "Tapi, Jakarta perlu meningkatkan keberadaan pusat-pusat pendidikan berskala internasional, yang merupakan salah satu aspek di mana Jakarta masih tertinggal dibanding kota lain," ujar dia.

Selasa, 25 Februari 2014

Jangan Remehkan... Blok M Itu "Clarke Quay"-nya Jakarta!

Sama seperti Clarke Quay di Singapura, Blok M adalah central station-nya Jakarta. Kawasan yang membentang sepanjang Jl Iskandarsyah, Jl Sisingamangaraja, Jl Trunojoyo, dan Jl Melawai, ini punya peran vital dan strategis bagi wajah perkotaan Jakarta.

Ya, Blok M ibarat Clarke Quay-nya Jakarta. Kawasan ini merupakan hub (titik temu) bagi seluruh jaringan transportasi intra dan luar kota, baik itu busway, subway, dan juga mass rapid transit (MRT). Hal ini dimungkinkan, karena secara geografis, letak Blok M sangat strategis.

Kawasan yang berada dalam wilayah Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ini diapit oleh pusat bisnis CBD Sudirman, "kampung internasional" Kemang, dan dekat dengan koridor Simatupang. Selain itu, Blok M juga dikelilingi oleh perumahan elite yang dihuni kalangan berpunya, serta sarat bangunan ritel eksisting. Di sini sudah berdiri Aldiron Plaza, Blok M Mall, Blok M Plaza, Blok M Square, dan Pasaraya.

Dengan berbagai nilai lebih itu, Blok M akan tampil dan seharusnya menjadi "kekuatan" baru yang bisa menarik lebih banyak lagi investor. Blok M kelak akan "meledak", seperti dikatakan CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, terkait potensi Blok M sebagai ASEAN Diplomatic Area pada 2015 mendatang.

Hendra menambahkan, seharusnya sabuk wisata dan belanja internasional (international shopping and tourism belt) lebih cocok dirancang di kawasan Blok M ketimbang koridor Satrio-Kasablanka.

"Mobilitas pengunjung dan pembelanja juga lebih tinggi di kawasan ini dibanding di Satrio. Jangan lupa pula, di Blok M-lah konsentrasi pusat hiburan untuk Selatan Jakarta, berada. Di sini terdapat Little Tokyo yang sangat berpotensi menarik minat ekspatriat asal Asia Timur," kata Hendra kepada Kompas.com, di Jakarta, Rabu (26/2/2014).

Mengendus luar biasanya potensi Blok M, ALatief Corporation, melalui PT Pasaraya International Hedonisarana, sampai melakukan peningkatan kelas aset propertinya. Pengembang ini tengah mengerjakan pembangunan gedung kantor Menara Sentraya di area pembangunan mutifungsi Pasaraya, dengan nilai investasi 90 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,045 triliun.

Direktur Utama PT Pasaraya International Hedonisarana, Dipo Latief, mengatakan, pihaknya melakukan optimalisasi aset lahan seluas 2,6 hektar tersebut sebagai antisipasi tingginya permintaan ruang perkantoran.

"Kami punya lahan yang belum dimanfaatkan di kawasan Blok M ini. Kami memutuskan untuk membangun perkantoran, karena demand tinggi. Terutama berasal dari perusahaan leasing atau financing," ujar Dipo.

Sejak diluncurkan pada 2012 lalu, perkantoran hibrid dengan status strata dan sewa tersebut telah diminati sebanyak 70 persen dari total luas bangunan 73.000 meter persegi. Selain perkantoran, terdapat ruang ritel seluas 4.500 meter persegi yang terkoneksi dengan bangunan eksisting, Mal Pasaraya.

"Kami merencanakan Menara Sentraya beroperasi pada November 2014 atau paling lambat Januari 2015," tambah Dipo.

Masalah citra dan keamanan

Saat ini, kendati memiliki potensi besar, Blok M masih memiliki problema citra dan keamanan. Kawasan ini juga tidak sepremium Sudirman, Thamrin, dan Kuningan. Padahal, harga lahannya sudah sama tinggi, yakni berkisar Rp 60 juta hingga Rp 70 juta per meter persegi.

"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan para investor besar harus bekerja keras mengubah dua tantangan ini menjadi lebih baik. Sebagai kawasan diplomatik dan bisnis Asia Tenggara, seharusnya Blok M dirancang punya tingkat keamanan tinggi," kata Hendra.

Pasalnya, lanjut Hendra, kalangan diplomat dari negara-negara ASEAN akan memilih tinggal dekat dengan kantornya. Selain itu, jangan dilupakan pula kalangan the haves di sekitar Blok M. Mereka harus mendapat stimulasi supaya mau membelanjakan uangnya di pusat-pusat belanja tersebut di atas.

"Blok M harus diremajakan. Terutama di titik sentralnya yakni sekitar Aldiron Plaza, dan Melawai. Di titik-titik tersebut banyak terdapat rumah kantor dengan usia bangunan lebih dari 20 tahun yang sudah layak diremajakan. Jika bangunan-bangunan tersebut dikonversi menjadi gedung perkantoran high rise, maka Blok M bakal menjadi the next CBD," tandas Hendra.

Sebelumnya diberitakan, bahwa kawasan ini diprediksi bakal mengalami ledakan besar pada 2015 mendatang. Blok M dimungkinkan menjadi kawasan diplomatik Asia Tenggara, sekaligus bisnis dan perdagangan, karena terdapat kantor sekretariat ASEAN yang dikelilingi perkantoran pemerintahan dan perusahaan swasta, serta fasilitas komersial ritel dalam konsep transit oriented development (TOD).

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Bernardus Djonoputro mengutarakan pendapat tersebut terkait kesiapan Jakarta menyambut peluang, tantangan, dan dampak ASEAN Common Community. Ia menyampaikan hal tersebut seusai seminar RICS ASEAN Real Estate and Construction Summit, di Jakarta, Selasa (25/2/2014).

"Blok M termasuk area strategis dengan konsep TOD dan bisa menjadi salah satu ikon Jakarta. Di sinilah terdapat kantor sekretariat ASEAN. Oleh karena itu, kawasan ini harus ditata lebih baik lagi," ujar Bernardus.

Dia melanjutkan, saat pasar bebas ASEAN berlaku, Blok M akan bertransformasi menjadi kawasan incaran para pengembang dan investor. Mereka pasti berlomba mendapatkan lahan dengan posisi bagus untuk dimanfaatkan sebagai properti komersial, perkantoran, apartemen, dan ritel.

"Saat ini saja, pengembangan di Blok M tak kalah pesat dibanding kawasan lainnya. Tentu, bila para investor lain ikut menggarap, harga lahan dan properti bakal jauh melesat," imbuh Bernardus.

Hanya, sebelum masa itu tiba, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengantisipasinya dengan sejumlah regulasi mengenai pelaksanaan teknis pembangunan di lapangan. Pemprov DKI Jakarta harus segera mengeluarkan Peraturan Gubernur terkait RTRW 2030 agar pembangunan di kawasan Blok M dapat dikendalikan dan ditata dengan lebih baik.