Berikut ini penuturan pembaca detikcom, Kamis (14/9/2006): Santi: April 2006, setiap pagi hari (Senin-Jum'at) saya harus melewati jembatan penyeberangan halte Busway Dukuh Atas menuju ke kantor. Selang 5 menit saya melintasi jembatan tsb, saya telah menjadi korban pencopetan (handphone). Kejadian yang saya alami itu hanya salah satu dari sekian banyak macam kejahatan yang terjadi di jembatan penyeberangan halte busway.
Berdasarkan informasi dari rekan-rekan kerja saya, mereka juga pernah menjadi saksi mata aksi para pencopet. Biasanya yang menjadi sasaran para pencopet antara lain dompet, handphone, laptop (sampai pernah ada yang ditodong langsung). Calon korban yang melintasi jembatan biasanya tidak sadar kalau sedang diincar oleh si pencopet, seringkali calon korban dihalangi jalannya atau didesak oleh beberapa orang sehingga calon korban menjadi lengah.
Sepertinya para pencopet itu terdiri lebih dari 5 orang, mereka setiap harinya beroperasi dari jembatan yang satu ke jembatan lainnya. Hal ini saya sebutkan, karena salah seorang teman saya mendengar percakapan para pencopet yang pada saat itu mengatakan tujuan operasi berikutnya (halte Setiabudi).
Demikian saya sampaikan informasi ini, agar para pengguna jembatan penyeberangan lebih berhati-hati dan aparat keamanan untuk segera menindaklanjutinya.
Elly: Membaca detikcom hari ini, tentang "naik busway bagaikan ikan sarden", saya pun tiap hari mengalaminya. Bahkan yang paling menyedihkan, sudah antre sekian lama dengan keadaan panas (karena tidak ada satu pun kipas di HCB), tiba-tiba datang orang yang tidak berpendidikan, dengan seenaknya menyerobot antrean.
Bukan hanya di jam-jam sibuk saja, karena saya tiap pulang kerja, pukul 2.30 sore, menggunakan Transbatavia jurusan Pulogadung. Saya pikir pada jam tersebut bukanlah jam sibuk, tetapi antrean pada pintu Pulogadung dan Kalideres sudah sekian panjangnya. Sangat disayangkan, HCB yang sedemikian besarnya, tidak ada satu pun meski hanya sekadar kipas angin terpasang di situ. Bahkan belakangan ini, copet-copet pun mulai beraksi, berpindah operasi dari Patas Mayasari Bakti, ke busTransjakarta/Transbatavia, "yang katanya" adalah transportasi ideal di Jakarta.
Selain pencopetan, rusaknya fasilitas penunjang busway juga telah makan korban. Berikut penuturan Ulung: Sehubungan dengan rusaknya halte busway, saya pernah hampir terjatuh gara-gara tersandung lantai yang klemnya sudah terbuka, sedang di sekitarnya keadaan gelap/remang-remang sehingga lantai yang terbuka tidak terlihat. Untung saya bisa menguasai diri sehingga tidak sampai terjerembab. Coba misalnya sampai jatuh, mungkin bisa saja terluka. Hal ini saya alami di halte Benhil. Dan banyak halte lain juga mengalami hal seperti itu tapi kok tidak ada perbaikannya. Sayang proyek yang katanya bisa mengatasi kemacetan tapi di sisi lain (maintenace) tidak ada perhatian Pembaca Endaryono melaporkan, hingga kini kerusakan di jembatan Benhil yang membahayakan belum juga diperbaiki.
[detikcom]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar