Kamis, 23 Februari 2017

BPTJ Siapkan Rancangan Perpres RITJ

Sejak tahun 2000 hingga 2010, data statistik jumlah kendaraan yang terdaftar mengalami peningkatan sebesar 4,6 kali. Sementara itu, untuk penglaju dari wilayah Jabodetabek menuju Jakarta ada sekitar 1,1 juta, dan ini terus meningkat 1,5 kali lipat sejak tahun 2002.

Untuk pergerakan lalu lintas harian di Jabodetabek yang semula pada tahun 2003 sebesar 37,3 juta perjalanan/hari meningkat 58% atau mencapai 47,5 juta perjalanan/hari di tahun 2015.

Perjalanan di Jabodetabek rata-rata didominasi oleh sepeda motor. Modal share dari total pergerakan Jabodetabek di dominasi oleh sepeda motor yakni sebesar 75%, kendaraan pribadi sebesar 23 % dan 2% oleh kendaraan angkutan umum. Hal ini tentu berdampak pada perekonomian dan lingkungan. Kerugian akibat kemacetan lalu-lintas di DKI Jakarta diperkirakan mencapai Rp. 9 triliun per tahun, atau 26,5 triliun per tahun jika polusi udara dan dampak lingkungan lainnya turut diperhitungkan.

Menurut Direktur Prasarana Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Risal Wasal, akibat kerugian yang tinggi tersebut, pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek.

“Permasalahan transportasi di Jabodetabek yang hingga saat ini dirasakan adalah ketidaknyamanan, keamanan dan tingginya biaya transportasi. Kemungkinan itulah yang menyebabkan modal share angkutan umum kita hanya 20 persen saja, sementara share kendaraan pribadi mencapai 80%,”kata Risal saat membuka acara Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) di Hotel Redtop, Pecenongan Jakarta hari ini, Rabu (22/2).

Risal juga menjelaskan kondisi ketidaknyaman, keamanan dan biaya tinggi yang menyebabkan angkutan umum ditinggalkan masyarakat. Ketidaknyamanan angkutan umum ditandai dengan kualitas pelayanan angkutan umum yang belum sesuai dengan yang diharapkan, kepastian waktu masih sangat sulit didapatkan.
Keamanan adalah rasa aman pada saat melakukan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum dengan terhindar dari kasus pencurian/pencopetan maupun segala bentuk pelecehan yang dapat menurunkan martabat manusia dan biaya transportasi yang tingggi yang dimanifestasikan melalui banyaknya pergantian moda dari tempat asal hingga tempat tujuan. “Banyaknya pergantian moda dapat diartikan banyaknya biaya yang dikeluarkan,” kata Risal.

Dalam Perpres 103 Tahun 2015, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) ditunjuk menjadi koordinator yang menjembatani koordinasi antar instansi di Jabodetabek terkait penyusunan rencana program, kebutuhan anggaran, regulasi dan kebijakan serta rekomendasi pelayanan jasa transportasi yang terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Untuk bisa menjalankan amanah tersebut, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPTJ, Suharto dalam paparannya di acara tersebut juga menjelaskan bahwa BPTJ dalam menjalankan amanah tersebut harus mengacu pada RITJ yang diterbitkan dalam bentuk Peraturan Presiden tersendiri. Untuk itulah hari ini jajaran BPTJ membahas rancangan Peraturan Presiden tentang RITJ tersebut bersama Kementerian terkait dan pemerintah daerah se-Jabodetabek.

Secara garis besar draft RITJ mengakomodir beberapa hal yaitu:
a. Integrasi Perencanaan dan Kebijakan
Integrasi perencanaan dan kebijakan yaitu terintegrasinya rencana pengembangan fungsi dari sistem transportasi yang dibangun sehingga memberikan nilai kemanfaatan yang besar dalam pelayanan transportasi multi moda. Integrasi fungsi sistem transportasi termasuk terintegrasinya rencana pembangunan dan pengembangan oleh pemerintah daerah dan pusat, juga antara pemerintah dan masyarakat (swasta).

b. Integrasi Jaringan Prasarana dan Pelayanan
Integrasi jaringan prasarana dan pelayanan, yaitu terintegrasinya sistem jaringan prasarana dan jaringan pelayanan baik intra moda maupun antar moda. Integrasi ini mencakup integrasi secara fisik sekurang – kurangnya ada 23 simpul besar, sedang dan kecil yang harus diintegrasikan.

c. Integrasi Moda Transportasi
Integrasi Moda Transportasi yaitu terintegrasinya pengembangan moda transportasi perkotaan mencakup proses perencanaan, pembangunan hingga tahap pengoperasian (integrasi waktu).

d. Integrasi Tarif/Tiket
Integrasi Tarif/Tiket yaitu terintegrasinya tarif/tiket baik intra moda maupun antar moda. Dalam waktu dekat yang akan kita wujudkan adalah integrasi dalam sistem pembayaran (cashless transaction) yang mengharuskan masyarakat hanya menggunakan satu pembayaran dengan multi guna.

e. Integrasi Sistem Informasi Integrasi Sistem Informasi yaitu pembangunan integrasi secara sistem yang akan kita kembangkan dengan berpijak pada pemanfaatan teknologi informasi sehingga segala bentuk informasi terkait sarana dan prasarana angkutan umum akan lebih mudah diakses oleh masyarakat termasuk pemberian informasi dari masyarakat untuk saran/kritik yang konstruktif.

f. Integrasi Pembiayaan dan Kelembagaan
Integrasi Pembiayaan yaitu terintegrasinya rencana pembiayaan khususnya dalam skema pembiayaan pembangunan sedemikian sehingga terwujud sinergi yang saling mendukung antar moda.

“Sedangkan integrasi kelembagaan adalah tersinerginya koordinasi antar lembaga dalam suatu kerangka perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian dari berbagai moda yang saling terintegrasi,” papar Suharto.

Penyusunan RITJ telah melalui diskusi yang cukup panjang yang diawali dengan penyusunan naskah akademis, meminta masukan dari para akademisi, praktisi hingga para pengambil kebijakan di wilayah Jabodetabek dengan melakukan audiensi dengan para Kepala Daerah.

Tujuan pembahasan RITJ hari ini diharapkan para pihak dapat mencapai kesepakatan atas substansi dalam draft RITJ sehingga kiranya dapat dipercepat proses perundangan menjadi Peraturan Presiden sebagai pijakan utama dalam penyelenggaraan transportasi terintegrasi di Jabodetabek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar